Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catching Fire: Revolusi Lewat Busur Panah

Kompas.com - 24/11/2013, 13:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com --  Mari kembali menyapa Katniss Everdeen, gadis pemanah asal distrik miskin, Distrik 12, di negara bernama Panem yang dipimpin sosok kejam dan otoriter, Presiden Snow.

Sekadar mengingatkan, dalam film sebelumnya, The Hunger Games, Katniss (Jennifer Lawrence) dan teman satu kampungnya, Peeta Mellark (Josh Hutcherson), menjadi pemenang kontes tahunan di negara itu. Kontes itu mengharuskan setiap distrik memajukan sepasang remaja perempuan dan laki-laki yang berusia 12-18 tahun untuk bertarung dengan wakil dari distrik-distrik lain. Pertarungan itu mengharuskan semua lawan tanding harus mati, sampai akhirnya muncul satu pemenang.

Namun, dalam kontes itu Katniss dan Peeta berhasil "menekan" otoritas Panem sehingga mereka berdua bisa menjadi pemenang bersama dan tak perlu saling bunuh. Kejadian itu membuat Snow (Donald Sutherland) geram. Sebab, untuk pertama kalinya dalam sejarah negara itu ada rakyat yang membangkang. Ia mulai menduga-duga Katniss telah menginisiasi bibit perlawanan yang kalau dibiarkan akan menyulut api revolusi.

Di film The Hunger Games: Catching Fire, Katniss-Peeta (yang hubungannya naik turun antara sebagai teman dan kekasih) harus melakukan tur kemenangan ke 12 distrik di Panem. Semua detail acara kunjungan telah diatur rapi Capitol, sebutan bagi pemerintahan pusat, termasuk cara berdandan, berbusana, sikap, sampai isi pidato.

Perlawanan
Memasuki distrik-distrik miskin, Katniss merasakan suasana yang berbeda. Aura kemarahan dan ketidakpuasan ada di mana-mana. Di antaranya tecermin lewat grafiti di tembok-tembok. Alhasil, ketika harus berpidato di hadapan masyarakat yang penampilannya lusuh tetapi tatapan matanya penuh emosi, keduanya melupakan teks resmi. Dan, meluncurlah kata-kata penyemangat yang menyentuh. Keduanya disambut dengan acungan tangan ke udara, tanpa kata. Inilah simbol perlawanan. Dalam hitungan menit, bala tentara berdatangan menangkapi dan mengeksekusi orang-orang yang dianggap inisiator gerakan.

Tanpa pernah disadarinya, Katniss telah menjadi simbol harapan rakyat Panem. Perempuan bertubuh atletis dengan kemampuan memanah yang hebat itu telah melekat dalam hati rakyat. Lihatlah, para gadis kecil Panem pun kini mematut rambutnya ala Katniss.

Bagi Snow, Katniss harus mati. Tapi bagaimana agar kematiannya tak menyulut kerusuhan? Sementara aturan Panem menetapkan, para pemenang kontes tahunan tidak akan diikutkan lagi seumur hidupnya. Muncullah gagasan brilian dari penasihat kontes yang baru, Plutarch Heavensbee (Philip Seymour Hoffman). Untuk tahun ini, kompetisi yang memasuki tahun ke-75 itu dikhususkan bagi para pemenang dari distrik masing-masing. Otomatis Katniss, juga Peeta, terpilih kembali.

Sutradara Francis Lawrence berhasil memeras kisah yang diadaptasi dari novel trilogi karya Suzanne Collins itu menjadi lebih ringkas, tanpa mengurangi momen-momen penting yang menjadi perekat kisah ini.

Acungan jempol untuk Jennifer Lawrence yang mentransformasi sosok Katniss menjadi perempuan tangguh yang pantas memimpin rakyat Panem. Ia berhasil memberi roh pada sosok Katniss, seperti yang dibayangkan para pembaca buku trilogi Collins.

Akting Sutherland juga meyakinkan. Tak banyak cakap, tapi dari tatapan matanya terpancar kebengisan yang dalam dan sulit diprediksi. Kehadiran Philip Seymour Hoffman yang berwajah culas, dan Patrick Esprit sebagai Commander Thread, memperkuat kegelapan rezim Capitol. Demikian juga akting Elizabeth Banks (Effie Trinket) dan Stanley Tucci (Caesar Flickerman) mengingatkan kita pada sosok-sosok penjilat penguasa yang hidupnya diliputi ketakutan.

Kisah cinta segitiga Katniss-Peeta-Gale (Liam Hemsworth) hadir minimal, tapi
terasa intens karena afeksi itu dibangun lebih alamiah, melalui pertarungan-pertarungan di medan laga yang melibatkan keduanya. Katniss menginginkan Peeta sebagai pemenang, demikian juga sebaliknya. Sekuel ini juga menjadi lebih serius karena dibingkai dalam spirit revolusi.

Meski demikian, adegan pertarungan di hutan dan pantai agak bertele-tele sekalipun tetap bisa menyimpan kejutan lewat serangan kabut beracun, monyet baboon, dan serbuan burung yang bisa menirukan suara manusia.

Pesona Katniss Everdeen belum akan berakhir. Kita menanti sekuel selanjutnya. (MYR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau