Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck: Pesiar ke Negeri Adat

Kompas.com - 22/12/2013, 11:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Cinta bukan melemahkan hati, bukan membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis. Cinta menghidupkan pengharapan, menguatkan hati dalam perjuangan menempuh onak dan duri penghidupan.

Tenggelamnya Kapal Van der Wijck membawa kita merasuk dalam masa ketika adat adalah lembaga kokoh di negeri nan indah. Begitu kokoh hingga dapat pula memangkas semangat jiwa. Meminjam istilah Buya Hamka, laksana burung elang hendak meningkat langit, tetapi sayapnya patah.

Film ini dibuat sebagai adaptasi novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) yang terbit pertama pada 1939. Novel yang kerap disebut sebagai salah satu karya monumental Hamka ini menggugat tradisi yang menjunjung perbedaan kelas dan strata sosial. Di sisi lain, dalam roman percintaan itu, ia menyisipkan pesan tentang tingginya nilai kehormatan dan harga diri.

Kekuatan film ini ada pada skenario adaptasi yang cukup mengakomodasi keindahan dan kepelikan gubahan Hamka. Film ini memuat dialog dalam bahasa sastra yang tak sepenuhnya akrab untuk telinga khalayak film hari ini karena sebagian besar dipetik dari novel aslinya. Akan tetapi, bahasa yang tak biasa itu menawarkan daya tarik tersendiri. Latar keindahan alam Sumatera Barat dan sudut-sudut pengambilan gambar yang puitik ikut memperkuat dialog ini.

Sebagian dialog dalam film ini disampaikan dalam bahasa Makassar dan Padang (dengan terjemah bahasa Indonesia). Untuk dialog dalam bahasa Indonesia, dialek para pemeran pun relatif terjaga.

Film ini juga berusaha mewadahi deskripsi kedalaman emosi yang termuat dalam novelnya. Menyimpan cinta sekaligus dendam, penghormatan sekaligus sakit hati. Berlaku baik dan penuh hormat bukan berarti sepenuhnya memaafkan. Akan tetapi, pada akhirnya cinta itu memaafkan dan menguatkan.

Tak bersuku
Film berdurasi 2 jam 45 menit ini dimulai dari kisah Zainuddin (Herjunot Ali) di Makassar pada 1930. Pemuda yang sejak kecil menjadi yatim piatu itu berangkat ke Batipuh di Tanah Minang untuk mengenal negeri kelahiran ayahnya sekaligus menuntut ilmu.

Dalam budaya Minang yang menganut garis keturunan ibu, Zainuddin yang ibunya berdarah Bugis tak dianggap bersuku Minang. Sebaliknya, di Makassar pun ia bukan dianggap bangsa Bugis karena berayah Minang.

Di Batipuh, pemuda miskin yang dianggap tak bersuku itu jatuh hati pada Hayati (Pevita Pearce), gadis keturunan pemuka adat. Kisah cinta ini terjalin dengan tatapan mata, senyum tersipu, dan terutama surat-menyurat.

"Tangan yang begitu halus, mata penuh kejujuran itu tak akan menyakitkan hati. Percayalah bahwa hatiku baik. Sukar engkau akan bertemu hati yang begini bersih lantaran senantiasa dibasuh air mata kemalangan sejak lahir," tulis Zainuddin dalam salah satu suratnya untuk Hayati.

Cinta itu berbalas. Namun, Zainuddin diusir dari Batipuh karena percintaan santun kedua insan ini tak dianggap pantas. Ia pun berangkat ke Padang Panjang.

Lalu, cerita bergulir membawa cinta mereka dalam kemalangan. Zainuddin pindah ke Batavia dan kemudian bertemu lagi dengan pujaannya itu di Surabaya. Bahkan, ketika pemuda ini telah bergelimang harta, hatinya tetap melarat karena harapan akan Hayati yang hilang.

Pentingnya asal suku dan garis keturunan dipotret dengan baik di sini. Di sisi lain, berpegang pada adat dan tradisi pun membentur tantangan di tengah arus perubahan zaman oleh gelombang budaya kolonial Belanda.

Film ini menyuguhkan sejumlah sudut pengambilan gambar memikat. Sayangnya, bagian ketika kapal Van der Wijck tenggelam seperti memaksa penonton teringat film Titanic (1997) dan tak mendapat impresi kuat di sini.

Meskipun begitu, menonton film ini tetaplah pesiar ke negeri indah Nusantara pada suatu masa yang jauh dari bayangan hari ini. (NUR HIDAYATI)

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck    
Sutradara & Produser: Sunil Soraya
Skenario adaptasi: Imam Tantowi, Donny Dhirgantoro, Riheam Juniantiu
Pemeran: Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza Rahadian
Produksi: Soraya Intercine Films.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com