Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hammersonic 2015: Bising, Beringas, Bengis Tanpa Kelahi

Kompas.com - 13/03/2015, 22:10 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Tata lampu yang "genit" dan produksi suara yang rapi tak membuat musik metal kehilangan sisi gelapnya. Hammersonic Jakarta International Metal Festival 2015 pada Minggu (8/3/2015) lalu menyajikan rupa metal selengkap-lengkapnya, sebising-bisingnya. Lapangan D di Senayan, Jakarta, yang berlumuran lumpur membuat festival itu makin komplet.

Di pengujung acara, menjelang pergantian hari, band Mayhem asal Norwegia menunjukkan rupa metal yang bengis. Setelahnya, band Amerika Serikat, Lamb of God, memaparkan wajah metal yang gahar. Dua penampil utama itu disaksikan sekitar 15.000 penonton dan bulan purnama bulat penuh. Mistis.

Dari Sonic Stage, satu dari dua panggung yang ada, Lamb of God menutup penampilan kedua mereka di Jakarta dengan lagu "Redneck" dan "Black Label". Penonton nyaris tak ada yang pulang sebelum festival usai. Mereka justru semakin beringas pada lagu superkencang "Redneck".

Stamina sang vokalis, Randy Blythe, juga mengagumkan. Ia tak bisa berdiri mematung, selalu bergerak keliling panggung dengan langkah cepat nyaris berlari. Vokalnya tidak terengah-engah. Undakan kecil di bibir panggung ibarat podium baginya. Apa pun yang ia ucapkan, dan Randy terkenal sebagai vokalis yang banyak bicara, diikuti kaumnya.

"Saya minta kalian menggila, tetapi jangan ada yang berkelahi. Kalau ada yang jatuh, beri pertolongan," kata Randy yang kini berambut gimbal itu.

Puluhan ribu anak muda lalu melampiaskan energi besar, diiringi musik yang identik dengan amarah, tetapi tanpa kelahi.

Situasi terkendali itu melegakan. Band asal Richmond, Virginia, AS, itu pernah tersandung kasus kematian seorang penontonnya saat konser di Praha, Ceko, 2012. Atas kejadian itu, Randy ditahan hampir dua bulan di sana. Lamb of God nyaris bubar.

Walau berkasus hukum, penggemarnya di Indonesia tak henti menanyakan kapan band yang terbentuk sejak 1998 itu melawat lagi ke Indonesia. Setidaknya, setiap menjelang perhelatan festival metal tahunan di Jawa Tengah, Rock in Solo, mereka nyaris kesal menjawab pertanyaan itu.
Band asal Virginia AS, Lamb of God, tampil di Hammersonic Jakarta International Metal Festival 2015 di Lapangan D, Senayan, Jakarta, Minggu.

Kenapa Solo? Rupanya ada hubungan dengan Presiden Joko Widodo. Saat masih jadi Wali Kota, Jokowi pernah tiba-tiba nongol di Rock in Solo pada 2010, menyimak aksi thrash metal AS, Death Angel. Ia datang pakai kaus Lamb of God, dikawal Satpol PP. Randy mengetahui hal itu lewat foto yang gencar beredar menjelang pilpres.

Krisna J Sadrach, dari Revision Live, penyelenggara Hammersonic, menduga Lamb of God mau datang lagi ke Indonesia karena perhatian Randy kepada Jokowi. Sore sebelum Lamb of God tampil, wartawan bertanya kepada Krisna, apakah Jokowi berencana menonton. Krisna menjawab tidak tahu, dan memang Jokowi tak datang.

Di panggung, Randy sama sekali tidak menyinggung hal itu. Randy, Chris Adler (drum), Willie Adler (gitar), Jon Campbell (bas), dan Mark Morton (gitar) tetap menggila. Jenggot menjuntai dari dagu Campbell, Adler, dan Morton tetap melambai-lambai mengikuti groove metal yang mereka geber sepanjang 14 lagu.

Sisi tergelap metal

Sebelumnya, penonton yang menyemut di hadapan Hammer Stage seperti tak percaya mendapati "embahnya" black metal, Mayhem, ada di hadapan mereka. Jejak sejarah band yang ada sejak 1984 ini amat kelam, sekelam musik mereka. Kehadiran mereka di Indonesia seperti keajaiban yang nyata. Penonton dari Singapura dan Malaysia juga ikut memadati barisan depan.

Necrobutcher, pencabik bas, muncul pertama di panggung dengan dandanan paling biasa. Pemain gitar Ghul terkesan dingin dan kejam dengan kepala plontosnya. Theloch juga pada gitar terlihat misterius dengan jubah bertudung kepala hingga menutup wajahnya.

Vokalis Atilla Csihar begitu mengejutkan. Riasan wajahnya terlalu seram untuk diceritakan. Atilla menenteng potongan tengkorak yang sesekali ia lekatkan di mikrofon di hadapan bibirnya. Perlengkapan lainnya adalah seutas tambang bersimpul mati seperti untuk menghukum gantung. Inilah wujud metal dalam sisi tergelapnya sekaligus bengis.

Atilla tak secerewet Randy. Ia pelit bicara, tetapi tak mengapa. Ia sempat menyatakan kekagumannya pada penonton, terlebih setelah melihat beberapa bentangan bendera Norwegia negara asal mereka. Tak ada koor dari penonton, mungkin karena sulit menghafal lirik berbahasa Norwegia.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau