Sampailah pada sajak yang menjadikan ikon kumpulan puisi ini , pada halaman 32 dengan judul mengelitik “Di lengkung alis matamu”. Pada bisik-bisik dengan penyairnya, dia katakan puisi ini telah membuat penasaran banyak orang, siapakah yang dimaksud dengan Si Lengkung alis ini. Dan kepada dirikupun dia hanya tersenyum mengelak tentang jatidiri siapa sebenarnya, namun di pusaran ombak pulau Natuna, aku seperti menemukan desiran deretan alis di sana. Diramu pada juli 2006.
di lengkung alis matamu
kusandarkan harapku
usai perjalanan yang tertatih
dan kudapatkan keteduhan
ya, di lengkung alis matamu
katakan padaku
di mana hendak kutaruh rinduku
jika engkau pergi
di lengkung alis matamu
kuselami sayang yang tak terkata
inilah kiranya, dermaga hatiku
tempat melabuhkan rindu
Penyair yang selalu menulis “lugu dan pemalu” bila saya goda di setiap perbincangan akrab dengannya ini, dan biasanya saya akan protes habis-habisan ketika dia ucapkan kata-kata itu, kesannya memang seperti pembelaan terhadap lontaran yang saya katakan bila ada bisikan tentang “julukan perayu wanita” baginya. Saya tak percaya dengan julukan ini, karena setiap mengenal dan berbicara dengannya kesan lembut dan perhatian memang ada. Dan sayapun mempunyai beberapa sahabat pria seperti ini. Dan biasanya saya menganggapnya sebagai kakak lelaki, biasanya memang umurnya lebih tua.
Saya katakan pada Yo suatu saat ketika berkumpul dengan para kurawa, “tak usah kau pusingkan dengan semuanya itu, bukankah hidupmu kau sendiri yang menentukan?, adakah kau ikut dengan mereka? Sehingga mereka mempunyai hak untuk mengatur kau harus begini, begitu”.
Siapa yang salah ketika segudang kata indah dan lembut berkesan cengeng terkadang terselip dalam sms maupun email? Bila kita menerima dengan dendang biasa, jadilah biasa, bila kita mengukir juga dengan keindahan , pastilah akan menjadi suatu puisi baru, mengapa musti ada terselip pikiran negative padanya.
Saya sering menggoda beberapa teman dengan kalimat-kalimat pendek terkesan puitis setiap ada kesempatan mengirim email atau sms, dan biasanya tergantung mereka bagaimana menerimanya. Kalau kemudian membalas bisa gawat jadinya kalau ini dilakukan sesama perempuan. (Masak jeyuk minum jeyuk ! halah !)
Seperti juga pilihan Jokpin pada pengantar buku ini, saya luar biasa suka dengan puisi yang berjudul “Telah”,
telah tergurat
kata-kata
telah berkarat
derita
getir hati
teriris perih
di jiwa mati
cinere, agustus 2006