Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ainun, Sang Mata yang Mengilhami Itu...

Kompas.com - 30/05/2010, 10:09 WIB

Dengan digembleng dalam cinta kepada suami itu pula Ainun juga kembali ke Indonesia tatkala Presiden Soeharto memanggil pulang suaminya tahun 1974. Ainun yang sebelumnya hidup di alam sepi Oberforstbach dan Kakerbeck, lalu jadi Bu Menteri Riset dan Teknologi, yang selain itu juga memimpin sekitar 25 perusahaan negara, lalu menjadi Bu Wakil Presiden, dan bahkan Ibu Negara.

Mobilitas vertikal yang dahsyat itu memang kemudian membawanya sebagai wanita di samping puncak kekuasaan. Namun—sungguh—itulah era turbulen, bahkan ada yang bilang Indonesia sedang nose diving, bak pesawat yang menukik turun untuk crash. Krisis ekonomi sedang hebat-hebatnya, politik pascareformasi juga amat tidak stabil.

Habibie mendaku—dan banyak pula yang mengakuinya—ia berhasil mengerem proses stall (pesawat kehilangan daya angkat) Indonesia dan pesawat itu berhasil abfangen (mendapatkan kembali kemampuan terbangnya). Namun, siapa peduli? Ketika menghadiri pengambilan sumpah Ketua MPR terpilih 1 Oktober 1999, ia mendengar suara ”Huu..” dari sejumlah anggota Dewan. Habibie tahan ejekan itu. Juga ketika kemudian tanggal 14 Oktober 1999 pidato pertanggungjawabannya ditolak di MPR.

Namun, boleh jadi bagi Ainun, semua ingar bingar itu sudah ”terlalu banyak”. Problem di katup jantungnya boleh jadi memburuk dengan itu semua. Setelah BJ Habibie tak lagi jadi presiden, yang terdengar adalah Bu Ainun sering berobat di Jerman.

Sampai, satu saat kemudian, mantan Ibu Negara ini bisa lebih sering dan lebih lama tinggal di Indonesia. Antara lain ia dapat menghadiri acara peluncuran buku karya kakaknya, Prof Sahari Besari, di Jakarta sekitar dua tahun silam.

Pekan terakhir Maret silam, ketika Agung Nugroho, salah seorang murid ideologis Habibie di bidang aeronotika, berniat menghadap Sang Guru untuk pendirian (kembali) Institut Aeronotika dan Astronotika (IAAI), Habibie sudah terbang kembali ke Jerman karena kondisi Ainun memburuk. Di RS Ludwig Maximillians Universitat Klinikum Gro’hadem, Munchen, Ainun menjalani serangkaian operasi. Namun, pukul 17.30 waktu setempat (22.30 WIB) Sabtu 22 Mei, Ainun menyerah.

Kini, ”Sang Mata Teduh” yang setelah mencurahkan hidup untuk cinta kepada keluarga kemudian meluaskannya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia melalui Yayasan Orbit dan membantu penderita tunanetra melalui Perhimpunan Penyantun Mata Tunanetra (PPMT) itu telah beristirahat dengan tenang di TMP Kalibata.

Kehidupannya yang berakhir baik (khusnul khatimah) itu pun ditandai dengan ribuan warga yang mengantarnya ke makam dan mendoakannya dalam tahlilan yang berlangsung malam-malam ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau