Kelenturan Chrisye juga terlihat ketika produser Musica Studios menyarankan Chrisye untuk berganti penata musik. Alkisah, setelah album Sabda Alam, Chrisye sukses dengan album Percik Pesona dan Puspa Indah Taman Hati (1979). Kemudian Resesi, Metropolitan, dan Nona Lisa (1984).
Setelah album itu, Chrisye bersedia digarap penata musik lain seperti Addie MS dan penulis lagu Adjie Soetama pada album Sendiri (1984), Aku Cinta Dia (1985), Hip Hip Hura (1985). Dan ternyata Chrisye dengan luwes masuk ke dalam rasa musik yang berbeda dibanding album-album yang digarap penata musik sebelumnya. Begitu seterusnya ketika Chrisye digarap Younki Soewarno pada album Pergilah Kasih (1989) dan Sendiri Lagi (1993).
Memasuki paruh kedua era 1990-an, Chrisye masih cukup kuat di belantika musik pop yang mulai diramaikan band. Kali ini datang Erwin Gutawa yang menggarap Chrisye dengan orkestra pop-nya. Dan rupanya Chrisye nyaman-nyaman saja bernyanyi dalam balutan orkestra Erwin Gutawa di album AkustiChrisye (1996), Kala Cinta Menggoda (1997), Badai Pasti Berlalu (1999), dan Dekade (2002).
Pada album Dekade, Chrisye dengan cerdik menginterpretasi lagu bercengkok dangdut ”Pengalaman Pertama” tanpa jatuh menjadi dangdut. Lagu yang pernah dipopulerkan penyanyi dangdut A Rafiq pada 1977 tetap berasa pop di tangan Chrisye dan Erwin. Begitu pula lagu keroncong ”Pasar Gambir” yang dibawakan Chrisye, terasa tidak terlalu keroncong.
Dengan sikap terbuka dan lentur itu, Chrisye bertahan selama tiga dekade, tanpa kehilangan karakter pribadinya sebagai penyanyi. Konser ”Kidung Abadi