Gagasan pembuatan gitar ini diawali celetukan Patrick Yohanes soal tak adanya gitar elektrik di Indonesia yang bisa bersaing dengan produk asing. Ia ingin membuat gitar sendiri.
Patrick yang senang bermain musik setidaknya punya 25 gitar hadiah dari sang ayah. Mendengar keinginan Patrick, Tommy berpikir, mengapa hal itu tak dilakukannya.
Tahun 2009 Tommy meriset gitar- gitar elektrik berkualitas, termasuk belajar langsung kepada pembuat gitar elektrik di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Setahun ia menjelajah AS dan Eropa untuk mempelajari teknik pembuatan gitar dan bahan yang dibutuhkan. Di AS, ia berkeliling dari Miami, New York, Nashville, Los Angeles, dan Hawaii, sampai British Columbia (Kanada) dan Berlin (Jerman).
Dia berguru kepada sembilan pembuat gitar (luthiers), seperti Buddy Blaze, pembuat gitar elektrik untuk gitaris Steve Vai dan Joe Satriani. Tommy menemuinya di Hawaii. Di New York, ia bertemu Omar Jana, pembuat gitar dan sahabat gitaris Carlos Santana. Di Nashville, ia belajar kepada Joe Glaser. Ia juga berguru kepada Gerhard Anke dan Michel Dubach di Berlin.
”Awalnya saya susah mendapat kepercayaan untuk belajar karena sebagian musisi asing menilai orang Indonesia suka menjiplak,” kata Tommy. Setelah menjelaskan maksudnya belajar dan menunjukkan kesungguhan, ia diterima. Bahkan, sebagian dari mereka mengapresiasi komitmen dan gitar buatannya.
Dalam majalah Guitar World, Juni 2011, misalnya, Buddy Blaze menilai gitar buatan Tommy tak lagi berkompetisi dengan produk China, Korea, atau Jepang dalam kualitas, tetapi justru dengan produk
Menurut Tommy, setiap pembuat gitar punya keahlian dan metode berbeda. Seusai berkeliling mencari ilmu, ia bersyukur bisa menyerap pengetahuan yang beragam sehingga dapat melahirkan produk berbeda.
Saat memproduksi gitar, Tommy melibatkan Doddy sebagai musisi yang dia anggap berdedikasi. Doddy menjadi orang kepercayaannya untuk pengembangan bisnis ini.