Alunan lagu itu berasal dari piano yang dimainkan jemari seorang pianis cilik Indonesia, Joey Alexander (12). Ia diiringi oleh salah seorang drumer jazz terbaik dunia, Eric Harland.
Penonton yang sebagian besar dari kalangan musik dunia terpukau. Mereka pun memberi apresiasi tertinggi. Mereka berdiri dan bertepuk tangan.
Sebuah standing ovation bagi seorang bocah ajaib, putra Denny dan Fara Sila.
Penampilannya yang kedua di panggung utama Grammy ke-58, di Staples Center, LA, meski singkat, tetapi tak kalah memesona.
Bahkan boleh dibilang mungkin menjadi yang paling mencuri perhatian.
Joey diperkenalkan oleh President/CEO NARAS (National Academy of Recording Arts and Sciences) Neil Portnow dan pemenang tiga Grammy Awards, Common.
"Here's this year's youngest Grammy nominee, 12 year-old Joey Alexander," kata Common mempersilakan Joey beraksi.
Tubuh Joey yang kecil seolah tenggelam ditelan panggung luas dan grand piano yang dimainkannya.
Namun, kelincahan jemarinya memainkan piano membuat penonton, orang-orang besar di industri musik dunia, terpukau.
Joey memainkan salah satu komposisi yang tingkat kesulitannya paling tinggi dalam musik jazz.
"Giant Steps" judulnya, karya John Coltrane. Komposisi musik itulah yang telah mengantarnya masuk nominasi Best Improvised Jazz Solo, juga yang paling ia gemari.
Sulit, tetapi bukan Joey Alexander namanya jika tak memainkannya dengan sangat apik. Sesekali terdengar seruan "wow" dan "yeah" dari kursi penonton.
"Standing ovation"
Buktinya, dari kursi penonton, pianis jazz terkemuka asal AS, Herbie Hancock, sampai berdecak kagum menyaksikan kepiawaian Joey memainkan piano.
Sekali lagi, penonton memberikan standing ovation kepada bocah berambut lebat itu.
Mendapat apresiasi sebesar itu, Joey kembali menjadi anak-anak. Ia tersipu. Ia membungkuk dengan tangan tertangkup.
"Well, Joey, that was incredible," kata Portnow sambil bertepuk tangan.
Tidak tampak raut kekecewaan pada wajah bocah kelahiran Denpasar, 25 Juni 2003, itu. Ia tidak berhasil merebut penghargaan Grammy.
Di kategori Best Jazz Instrumental Album, dia dikalahkan musisi jazz senior John Scofield. Sementara musisi Christian McBride mengalahkannya di kategori Best Improvised Jazz Solo.
Suaranya tetap ceria ketika menyapa para musisi Indonesia yang menggelar nonton bareng Grammy di iCanStudio, Jakarta Selatan, Selasa (16/2/2016).
Ketika itu,, ia bersiap-siap tampil di panggung Grammy dan pemenang kategorinya sudah diumumkan.
Penyuka film Kungfu Panda itu menyempatkan diri berbincang dengan vokalis jazz Dira Sugandi, pemain bass Barry Likumahuwa, penyanyi hip hop J Flow, dan drumer Elfa Zulham.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah mendukungnya. "Hi everyone. You guys watching? Thank you," terdengar suara Joey dari speaker telepon genggam seorang kerabatnya, Lucy.
Nada suaranya riang, terkesan santai. Ia bahkan langsung mengenali Barry Likumahuwa yang baru mengucap kata "brother".
Barry memang merupakan musisi jazz yang sering mengiringinya di sejumlah festival ketika Joey masih menetap di Indonesia.
"Ini Kak Barry ya. Thank you, Kak Bar," jawab Joey sambil tertawa kecil.
"Terharu lihat Joey diberikan kesempatan di Grammy. Mungkin cuma semenit, tapi berharga banget. Dia dapat spot bersejarah banget. Sampai semua standing ovation lihat performance Joey. Momen bersejarah," tutur Barry.
Bagi Barry, itu artinya Joey sudah tak terlalu memerlukan satu atau dua trofi penghargaan Grammy guna membuktikan bakatnya.
Kesempatan yang diberi kepada Joey untuk unjuk kebolehan di hadapan musisi dunia serta mendapat standing ovation adalah apresiasi yang sesungguhnya.
Menurut vokalis jazz Dira Sugandi, yang mengenal Joey sejak Joey berusia 8 tahun, bukan perkara mudah seorang musisi, terutama dari Indonesia, bisa diakui dalam Grammy Awards.
"Susah lho dapat spot di Grammy kayak gitu," ucap Dira.
Memang tak semudah itu seorang Joey bisa sampai di panggung tersebut dan menjadi nomine termuda sepanjang sejarah Grammy.
Sekolah "online"
Ia memulainya dengan latihan piano sejak umur enam tahun dan terus berlatih hingga kini. Dia juga harus rela tak mencicipi belajar di gedung sekolah sebagai konsekuensi pilihannya untuk mencurahkan sebagian besar waktunya ke musik.
"Saya menjalankan kegiatan saya secara natural, tidak susah banget karena saya mengambil sekolah secara online dengan waktu yang fleksibel. Musik adalah hidup saya, jadi saya selalu punya waktu untuk menjalaninya," tutur Joey dalam wawancara eksklusif dengan VOA Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, pada usianya yang masih sangat muda, ia berani mengambil level jazz murni tanpa smooth dengan sedikit fusion.
Itu level paling sulit, kata Barry Likumahuwa. Tetapi, Joey tahu apa yang ia inginkan dan ke mana akan melangkah.
Ini pula yang membuat Indra Lesmana, pemusik jazz yang pernah menjadi pembimbing Joey selama dua tahun, menaruh harapan besar terhadapnya.
"Ia amat berbakat dan benar-benar berpotensi sangat besar untuk menjadi seorang pemusik hebat," tutur Indra kepada The Telegraph baru-baru ini.
Indra sempat merekomendasikan Joey kepada seorang teman baiknya yang mengelola program jazz di Lincoln Centre, Manhattan, New York.
Joey lalu diundang tampil dalam sebuah malam gala pada Mei 2014. Saat itu usianya baru 10 tahun.
Dari situlah langkah besar Joey menuju Grammy Awards 2016.
Meski Joey belum berhasil membawa pulang piala, Dira Sugandi menilai bahwa sebenarnya Grammy tahun ini sudah menjadi kemenangan bagi Joey.
"Bagi kami, bagi kita semua, Joey sudah menang," ucap Dira dalam wawancara di iCanStudio, Jakarta Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.