Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Eye in the Sky": Mata-mata di Udara

Kompas.com - 24/04/2016, 15:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Eye in The Sky tidak semata berkisah tentang aksi mata-mata berteknologi tinggi aliansi negara-negara kuat dunia dalam memberangus teroris, tetapi juga mengolah dilema moral dengan cara puitis dan memikat.

Apa yang akan Anda lakukan ketika berhadapan dengan pilihan: dengan penuh perhitungan mengorbankan sebuah nyawa untuk kebaikan lebih besar, yakni menyelamatkan lebih banyak jiwa, atau menghargai jiwa yang satu itu meskipun terpaksa mengorbankan puluhan jiwa lain?

Dilema itu diolah menjadi film menegangkan sepanjang 103 menit oleh sutradara asal Afrika Selatan, Gavin Hood.

Balutannya, teknologi terbaru pesawat nirawak dan aksi terorisme.

Hood mengolah pilihan itu menjadi sebuah konflik secara perlahan.

Berlatar pangkalan militer dan aksi teroris, film ini tak banyak ledakan, senjata, atau tumpahan darah. Namun, tetap mencekam.

Eye in the Sky berawal dari pengejaran Kolonel Katherine Powell (Helen Mirren) terhadap aktivitas kelompok penyebar teror Al-Shabaab.

Terutama salah satu dedengkot kelompok itu, Susan Danford alias Ayesha aL-Hady yang dikejar Powell selama enam tahun.

Dengan menggunakan teknologi modern pesawat nirawak, drone, dan berbagai perangkat pengintai canggih, kelompok teroris itu diamati lekat.

Keberadaan alat mata-mata canggih mencerminkan bahwa di era kecanggihan teknologi informasi, tidak ada yang lolos dari pengamatan di muka bumi ini, bahkan di sudut terpencil sekalipun.

Mata-mata berupa burung dan serangga elektronik yang dikendalikan dari jarak jauh melenggang masuk ke dalam rumah teroris di Nairobi, Kenya.

Sementara di pangkalan militer, di Hawaii, sudah berjaga petugas yang dengan basis data mengidentifikasi obyek pengamatan.

Dari pengamatan itu, Powell mengetahui, Danford akan mengadakan pertemuan dengan sel di sebuah rumah di Kenya dan merencanakan sesuatu.

Terlebih lagi dengan kedatangan beberapa sosok dari Amerika yang juga dicurigai.

Lalu, muncul tokoh lain, Alia, gadis kecil ceria dan penuh semangat.

Selain bermain dan belajar, dia juga rajin membantu ibunya berjualan roti di sudut sebuah jalan di dekat rumahnya.

Tak ada tokoh atau karakter yang sia-sia dalam film ini.

Dengan cara unik sekaligus puitis, lewat Alia dan roti-roti dagangannya, sutradara Hood menghadirkan dilema.

Alia kelak membuat pusing perwira Steve Watts (Aaron Paul), Letnan Jenderal Frank Benson (Alan Rickman), British Foreign Secretary James Willet (Iain Glen), dan Kolonel Powell.

Seorang gadis kecil membuat "kebingungan" internasional.

Permainan menjadi "Tuhan" yang maha melihat dan perilaku manusia yang sulit diprediksi berujung pada pilihan sulit.

Film lalu bergerak sesuai dengan karakter dan posisi mereka pada situasi itu.

Di tengah-tengah tebaran film fantasi, pahlawan super, dan animasi, Eye in The Sky menjadi salah satu film yang memberi suguhan berbeda, reflektif.

Pemberangusan teroris di sisi lain juga berisiko menelan korban.

Hood memang merupakan sutradara yang diperhitungkan.

Karya yang mengangkat nama Hood antara lain Tsotsi yang berkisah tentang seorang remaja anggota geng jalanan di Johannesburg, Afrika Selatan.

Film Tsotsi dianugerahi piala Academy Award alias Oscar untuk kategori Film Berbahasa Asing Terbaik pada 2006.

Sejak itu, Hood disebut-sebut sebagai salah satu sutradara yang filmnya wajib ditonton.

Namun, karya Hood tidak selalu bersinar di mata para kritikus.

Karya dia, X-Men Origins: Wolverine, mendapat tinjauan kurang memuaskan.

Kini, dengan kekuatan cerita dan karakter dalam Eye in The Sky, pengalaman tersebut tidak terulang. Eye in The Sky menuai banyak apresiasi. (Indira Permanasari)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 April 2016, di halaman 18 dengan judul "Mata-mata di Udara".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com