Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metal yang Mengakar dan Membesar

Kompas.com - 15/05/2017, 16:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Lebih dari 20.000 orang mendatangi festival musik cadas Hammersonic 2017 di Ecopark Ancol, Jakarta Utara, Minggu (7/5/2017).

Layaknya ritual, jemaah kaus hitam ini mengelu-elukan band idola mereka, baik dari dalam negeri maupun yang impor. Inilah aksi unjuk kekuatan betapa komunitas metal Tanah Air telah mengakar dan membesar.

Revision Live, penyelenggara festival tahunan ini, mengundang 38 band dari 11 negara, antara lain dari Amerika Serikat, Norwegia, Finlandia, Australia, Swedia, dan Brasil.

Dari Indonesia, band yang datang berasal dari beragam kota, seperti Bandung, Kediri, Medan, Denpasar, Gorontalo, Palangkaraya, Yogyakarta, Surabaya, dan tentunya Jakarta.

Asal penontonnya pun beragam. Di arena, terdengar percakapan dalam aneka bahasa, menunjukkan daerah asal mereka.

"Saya juga lihat ada penonton dari Malaysia, Filipina, Jepang, dan Singapura," kata Stephanus Adjie, perwakilan dari Revision Live.

Kami pun mendapati tiga ibu-ibu berkaus merah bertuliskan "Moon Jae-in", Presiden Korea yang baru terpilih itu.

Penyelenggara mengaku pergelaran ini adalah festival metal terbesar di Asia Tenggara. Bahkan, di level Asia, bisa jadi hanya "kalah" dari Jepang, sebuah negara yang kultur rock dan metalnya kuat sejak berdekade silam.

Ditilik dari keberhasilan mereka menggaet Megadeth, salah satu band metal terbesar dunia saat ini, apalagi status mereka baru dapat Piala Grammy, klaim penyelenggara bisa diterima.

Sejak diadakan pertama kali pada 2012, festival ini konsisten mendatangkan band luar negeri.

Nama-nama besar di kancah metal yang pernah tampil di antaranya Lamb of God, Mayhem, Obituary, Kreator, The Black Dahlia Murder, As I Lay Dying, Angra, Nile, Agnostic Front, dan Cradle of Filth.

Legenda death metal Suffocation bahkan pernah main dua kali di Hammersonic pada 2012 dan 2016.

Suffocation sepertinya girang bisa main di Indonesia. Penonton band ini di Indonesia lebih ramai dibandingkan pentas di negaranya sendiri.

"Makanya, kalau ada tawaran main di Indonesia, kami selalu mengiyakan," ucap Derek Biyer, pemain bas sebelum main di Hammersonic tahun 2016.

Band yang berdiri sejak 1988 ini setidaknya sudah tiga kali main di Indonesia.

Band melodic death metal, The Black Dahlia Murder, juga cukup rajin pentas di Indonesia. Penampilan di Hammersonic hari Minggu kemarin adalah kunjungan ketiga kali mereka.

"Kami terkesan dengan metalheads Indonesia, ramai sekali. Kaus yang saya pakai ini adalah band Indonesia yang saya temui pada kunjungan sebelumnya," kata vokalis Trevor Strnad dari panggung. Tulisan di kaus hitam itu sukar dibaca.

Baca juga: Para Metalhead Tumpah ke Hammersonic 2017

Menggiurkan
Testimoni dari Suffocation dan The Black Dahlia Murder itu seperti menggambarkan bahwa pasar musik metal di Indonesia amat besar.

Jumlah penonton di konser tunggal ataupun festival metal bisa menjadi acuannya.

Pengunjung Hammersonic, setidaknya pada tiga tahun terakhir penyelenggaraan, ajek di kisaran 15.000 sampai 20.000 orang.

Festival metal lainnya, seperti Hellprint di Bandung, juga sekitar itu. Festival Bandung Berisik yang biasanya digelar dua hari bisa meraup sampai 30.000 orang.

Beberapa konser tunggal band metal legendaris bisa mendapat lebih banyak penonton.

Pada 2011, raksasa metal Inggris, Iron Maiden, sampai perlu tampil di Jakarta dan Denpasar. Penonton di Jakarta disebutkan sekitar 40.000 orang.

Band thrash metal dari San Francisco AS, Metallica, pun telah dua kali main di Indonesia.

Penampilan termutakhir mereka pada 2013 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, didatangi 70.000 orang.

Sepertinya itu adalah konser tunggal band metal teramai dalam lima tahun terakhir di Indonesia.

Kunjungan pertama Metallica pada 1993 lebih gila lagi. Banyak sumber menyebutkan ada 100.000 orang yang menonton selama dua hari.

Lebih jauh lagi ke belakang, band Deep Purple pada 1975 main dua malam dengan penonton 150.000 orang. Waktu itu Deep Purple habis main di Australia.

Konon, penonton di sana tak lebih dari 7.000 orang. Jadi, pasar musik cadas di Indonesia sebenarnya telah terbentuk sejak lama dan masih menggiurkan.

Setidaknya begitulah yang terlihat di Hammersonic, Minggu lalu. Tua-muda, lelaki-perempuan, berbagai suku dan agama bertungkus-lumus dalam gempuran musik kencang beraneka ragam.

Ada death metal, grindcore, deathcore, thrash metal, electronic metal, hardcore, gothic metal, black metal, dan lainnya. Subgenre yang lebih spesifik, seperti doom metal, atau sludge, masih belum mendapat tempat.

Baca juga: Hammersonic Festival 2017, Pesta ala Metalhead Indonesia

Doni (20) adalah salah satu penonton yang menunggang kereta api dari Malang untuk bisa bergabung dalam kerumunan kaus hitam itu.

Ia baru sekali hadir di Hammersonic. Doni baru saja menyaksikan aksi Burgerkill dari Bandung, yang main rapi, tetapi terasa terlalu singkat itu.

Ia duduk-duduk di rumput. Aksi band asal Sydney, Northlane, tak terlalu memikatnya.

Doni bersemangat menunggu band hardcore dari New York, AS, Earth Crisis, yang tampil setelah hari beranjak gelap.

Karl Buechner dan kawan-kawan main amat rapi. Ketukan-ketukan mereka yang agak janggal justru membuat penonton terkagum-kagum.

Band yang tenar pada 1990-an ini tampil selama sekitar 45 menit membawakan beberapa lagu, seperti "Total War", "Killing Brain Cells", dan "Forced March".

Band yang mengampanyekan hidup sehat dan perlindungan terhadap binatang ini menutup penampilannya dengan "Fire Storm" yang berasal dari album berjudul sama.

"Mainnya bersih. Tanpa cela," kata Fendra Kurniawan (37), penggemar Earth Crisis lainnya.

Setelah Earth Crisis, tampil berturut-turut The Black Dahlia Murder, Abbath, Tarja, dan ditutup Megadeth.

Penampilan Abbath, yang datang jauh-jauh dari Norwegia itu, cukup menyegarkan walau penampilannya tampak bengis dengan aksesori berpaku dan wajah dicat putih-hitam.

Mereka adalah band black metal. Namun, vokalisnya, Abbath Doom Occulta, bertingkah kocak.

Penonton pun menunggu Megadeth. Penampilan Tarja, mantan vokalis Nightwish dari Finlandia itu, ibarat ujian kesabaran bagi pasukan Megadeth.

Makanya, begitu Tarja pamitan dari panggung Hammer Stage, penonton girang. Sukacita itu menjadi-jadi ketika musik pengiring di panggung Sonic Stage, tempat Megadeth main, diputar.

Dave Mustaine, David Ellefson, Kiko Loureiro, dan Dirk Verbeuren main bagus banget. Produksi suara mereka prima.

Baca juga: Megadeth, Band Termahal di Hammersonic Festival 2017  

Tata visual latar juga apik. Pilihan lagunya membuat penggemar lama kehabisan suara ikut bernyanyi, sekaligus merengkuh penggemar baru.

Megadeth mengabulkan permintaan penonton atas lagu "Holy Wars.The Punishment Due" yang jadi penutup festival itu. Apa, sih, yang enggak buat metalheads Indonesia... (SAIFUL RIJAL YUNUS/HERLAMBANG JALUARDI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Mei 2017, di halaman 27 dengan judul "Metal yang Mengakar dan Membesar".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau