Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menonton Indonesia dari Layar Lebar

Kompas.com - 04/06/2017, 20:00 WIB

Lima anak yang menjadi pemeran utama juga berasal dari Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Sekitar 80 persen merupakan kru lokal.

Dendy mengatakan, Surau dan Silek menyasar utamanya kaum Minang, tetapi film digarap dengan kesadaran agar dapat pula dinikmati masyarakat luas, termasuk non-Muslim.

Itu tecermin dari nilai-nilai universal yang disajikan, seperti persahabatan, pengendalian diri, dan penghargaan terhadap perbuatan baik.

Dari sisi bisnis, kerja mereka pun terbayar. Pada minggu pertama rilis di Padang, film itu hanya mendapat jatah satu layar.

Tiket pun segera tiket habis terjual. Banyak penonton dari kota-kota lain, yang bahkan berjarak 100 km dari Padang, terpaksa pulang karena tidak mendapat tiket. Layar kemudian ditambah di Padang.

Hingga pekan lalu, film itu masih bertahan tayang di Padang sejak rilis pada 27 April. Di Indonesia, Surau dan Silek tayang berkisar 11-15 layar dengan total penonton sedikitnya 80.000 orang.

Baca juga: Surau dan Silek, Film Laga Perdana Gilang Dirga

Menonton Indonesia
Kehadiran film-film tersebut memberi warna berbeda dan memperkaya lanskap film Indonesia yang berlimpah tema romantisisme, komedi, dan horor dengan latar kehidupan masyarakat urban di kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung.

"Contohnya, semakin kaya bahasa atau logat di film, semakin kelihatan Indonesia," kata Amril Nuryan (44), produser Uang Panai.

Menurut dia, sudah lama penonton hanya disajikan bahasa Jawa atau logat Batak. Padahal, ada beragam bahasa ibu. Komentar senada diungkapkan Dendy.

"Film Surau dan Silek ini persembahan dari Minang untuk Indonesia," katanya.

Nah, seperti dituliskan Garin Nugroho dan Dyna Herlina dalam Film Indonesia (2015), film dengan berbagai perspektif dan latar belakang merupakan daya hidup sinema Indonesia.

Namun, perlu kebijakan untuk menumbuhkan industri film daerah. Jangan sampai geliat film asal daerah yang berkembang dari komunitas film daerah sulit bersinar. Dan, layar lebar hanya menayangkan itu-itu saja. (ABDULLAH FIKRI ASHRI/INDIRA PERMANASARI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Juni 2017, di halaman 26 dengan judul "Menonton Indonesia dari Layar Lebar".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com