Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menonton Indonesia dari Layar Lebar

Kompas.com - 04/06/2017, 20:00 WIB

Bahkan, film berdurasi 80 menit ini menyajikan teks bahasa Indonesia dan aksara lontara, khas Sulawesi Selatan.

"Film Jepang dan Korea selalu menyuguhkan aksara daerahnya. Mengapa kita tidak? Kami juga ingin mengingatkan pemerintah daerah agar tidak lupa dengan budayanya," ujar Rodjak yang baru kali ini menyutradarai film layar lebar.

Lokalitas itu, bagi dia, merupakan nilai tambah untuk bisa tayang di bioskop. Soal film horor, Rodjak mengikuti selera pasar Indonesia yang gandrung film genre itu.

Apalagi, hantu lokal dari sejumlah daerah, seperti leak atau genderuwo, sudah lebih dulu "gentayangan" di layar lebar.

Parakang bukan yang pertama. Agustus tahun lalu, film Bugis-Makassar, Uang Panai', lebih dulu menyapa penonton. Film yang 99 persen dimainkan dan dikerjakan oleh sineas lokal itu juga percaya diri menampilkan logat daerah.

Baca juga: Cerita di Balik Layar Kesuksesan Film Uang Panai

Film garapan sutradara Halim Gania Safia (33) itu berkisah tentang seorang lelaki Makassar, Ancha (Ikram Noer), jatuh bangun mengumpulkan uang panai' untuk meminang kekasihnya, Risna (Nurfadhillah).

Film itu mencoba mengkritisi budaya panai' (mahar) dalam pernikahan Bugis-Makassar yang dinilai memberatkan. Soalnya, dibutuhkan uang panai' yang tidak sedikit-bisa lebih dari Rp 100 juta-untuk meminang seorang perempuan.

Film dengan anggaran Rp 1 miliar itu di luar dugaan menggaet lebih dari 530.000 penonton. Menurut Amril Nuryan (44), produser Uang Panai', orang Bugis-Makassar di daerah, juga yang merantau di kota lain, menjadi sasaran film itu.

Baca juga: Bintang Uang Panai Sempat Kurang Pede Akting Bareng Artis Senior

"Surau dan Silek"
Surau dan Silek yang diproduksi Mahakarya Pictures memilih tradisi hidup di surau dan makna silat khas Minang untuk diangkat ke layar lebar.

"Surau itu poros kehidupan orang Minang. Pada masa lalu, tokoh-tokoh besar Indonesia, seperti Agus Salim dan Hatta, dibesarkan dalam budaya surau. Begitu juga silek atau silat yang tidak hanya soal tarung dan jadi jagoan, tetapi juga soal pengendalian diri," ujar produser Surau dan Silek Dendy Reynando.

Surau dan Silek berkisah tentang Adil (Muhammad Razi), Dayat (Bima Jousant), dan Kurip (Bintang Khairafi) yang menyukai silat walau awalnya dengan motivasi keliru.

Baca juga: Surau dan Silek Angkat Budaya Minangkabau yang Mulai Terkikis

Sampai suatu saat, guru mereka yang tak seberapa jago harus merantau ke kota lain. Ketiganya lalu mencari guru baru.

Apalagi, Adil ingin memenangi kompetisi melawan musuh bebuyutannya, Hardi (F Barry Cheln). Dengan bantuan Rani (Randu Arini), ketiganya diperkenalkan dengan pensiunan dosen yang baru pulang ke kampung, Johar (Yusril Katil).

Bersama Johar yang jago silat, mereka belajar arti silat sesungguhnya dalam tradisi Minang. Drama berujung tanding silat, gambar indah, alur yang rapi, serta akting alami ketiga bocah menjadikan Surau dan Silek tontonan edukatif menyenangkan.

Rasa Minang hadir tak hanya dari tema dan lokasi, tetapi juga penggunaan bahasa Minang bercampur Indonesia dengan subtitle Inggris (film itu akan didistribusikan dan diputar di sejumlah bioskop di Australia, menyasar komunitas orang Indonesia dan warga Australia yang belajar bahasa dan budaya Indonesia).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com