Pertama kali bertemu dengannya di sebuah acara di Jakarta. Kami sama-sama menyaksikan pertunjukan penyanyi Syaharani. Dia bersama sang isteri yang sedang mengandung dan seorang kawannya yang mengaku bernama Samiaji.
Jimi, begitu dia menyebut namanya. Jimi Delvian lengkapnya. Sekilas tak ada yang istimewa pada anak muda ini. Badannya gempal, kulit bersih. Selebihnya ya seperti anak muda kebanyakan.
Bertahun-tahun kami berpisah dan tak bertukar kabar. Sampai pada suatu hari, kami dipertemukan kembali di Palembang pada sebuah acara pelantikan kepengurusan Ikatan Wartawan Online (IWO) Sumatera Selatan. Saat itu saya kian mengenalnya, setelah dia mengaku memiliki kelompok musik bernama "Hutan Tropis" seraya memberikan sebuah lagu karyanya melalui What's Up, yang dia beri judul "3500 HZ".
Dari nama kelompok musiknya saya langsung menduga jika Hutan Tropis tentulah membawakan lagu-lagu bertema lingkungan hidup. Semula saya menduga, tentulah Hutan Tropis sama dengan kebanyakan para penyuara lingkungan hidup lainnya yang bercerita tentang kekhawatiran bolongnya lubang ozon, mencairnya es di wilayah kutub, dan bumi yang kian panas. Ternyata tidak.
Melalui lagu "3500 HZ", Hutan Tropis tak hanya menawarkan bunyi dan keindahan komposisi. Melainkan juga kisah yang jarang diangkat kebanyakan musisi. Jimi bilang, "3500 HZ" bercerita tentang binatang tongeret yang berbunyi pada jam-jam tertentu sebagai penanda waktu shalat.
Bukan cuma itu, lanjut Jimi, tongeret atau “Sesiagh” dalam bahasa besemah, Sumsel, adalah serangga kecil sejenis kumbang yang bisa menjadi contoh suara alam yang kontribusinya terhadap keseimbangan alam sangat luar biasa. Frekuensi suaranya jika diukur berkisar pada frekwensi 3500 hz ini membuat mulut daun (stomata) bergetar hingga menyempurnakan proses fotosintesis tumbuhan di sekitarnya.
"3500 HZ" merupakan gambaran betapa hewan sekecil dan selemah Sesiagh amatlah berarti bagi keseimbangan.
"Hutan Tropis ingin menjadi Sesiagh, Hutan Tropis merupakan kerinduan akan masa lalu sekaligus merupakan doa dan harapan akan masa depan. Hutan Tropis adalah suara penduduk bumi," ucap Jimi.
Pertemuan kami berikutnya adalah saat saya diundang pada acara launching album Hutan Tropis Launching “3500 HZ” yang berlangsung di Bingen Cafe, Palembang, Jumat 31 Agustus 2018 lalu.
Hujan yang mendera Kota Palembang pada malam itu, tak menyurutkan Jimi dan kawan-kawan serta para tamu yang memadati tempat acara yang terbuka itu. Sehingga acara baru dimulai pukul 21.30 WIB setelah hujan sedikit reda. Maka jadilah, antara semangat penampil dan penonton bersabung dengan kecemasan akan hujan deras yang bisa tiba-tiba turun. Untunglah, hujan cuma rintik belaka. Pertunjukan bisa berlangsung hingga selesai pada pukul 23.00 WIB.
Jimi tak kuasa menyingkirkan keharuan. Lalu agak terbata dia berucap, "Lewat beranda, dengan disaksikan oleh seluruh penghuni jagad raya, sungguh ini merupakan sejarah besar bagi kami. Malam ini kami, sebagai bagian dari masyarakat, mencatatkan syair-syair tentang percakapan kami dengan bumi ini, selama menapak di atasnya."
Kemudian Jimi pun bercerita mengenai ketersediaan oksigen di bumi yang hampir 50% dihasilkan oleh hutan tropis. "Sayangnya, luasan hutan di dunia kian hari semakin berkurang khususnya hutan dengan karatkter tropis terluas di dunia, yaitu hutan tropis Indonesia," imbuh Jimi.
Ya, ya.. Kita memang telah kehilangan lebih dari 30 Juta Hektare hutan hanya dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Ini adalah keadaan yang mengerikan. Sementara selama dekade sebelumnya hilangnya hutan hanya sekira 700 ribu Hektare per tahun. Belum lagi soal suhu bumi yang kian meningkat belakangan ini. Kurang arifnya manusia dalam mengelola sumberdaya alam berujung eksploitasi tanpa mengindahkan keseimbangan.
Menurut Jimi, Hutan Tropis sebagai sebuah kelompok musik yang juga bagian dari masyarakat menganggap hal ini harus menjadi perhatian. Terlebih, persoalan lingkungan dalam beberapa dekade terakhir telah menjadi isu global.
Lagu adalah media penyampai pesan bagi Hutan Tropis dalam menyikapi isu-isu lingkungan hidup. Kondisi alam yang rusak, dan pengaruh pemanasan global yang sudah semakin terasa akhir-akhir ini membuat Hutan Tropis merasa perlu melakukan sesuatu.