JAKARTA, KOMPAS.com - Ajang Go Ahead Challenge (GAC) telah menjadi kompetisi tahunan bagi para insan kreatif untuk dapat mengembangkan diri dan berkarya di panggung yang lebih besar.
Kali ini, bertemakan Karya Gak Tau Batas, GAC sukses menjaring 18 finalis untuk mengasah kemampuan melalui sesi diskusi dan pelatihan secara intens bersama delapan tokoh ternama di bidang musik, visual art, fotografi, dan kuliner.
Selama sepekan ini -- dari 20 hingga 26 Januari 2019--, para finalis dan kurator terlibat dalam Creative Academy untuk mempertajam ide unik dan berani yang merupakan peleburan dari dua passion.
"Creative Academy menjadi sebuah sarana yang sangat bermanfaat tidak hanya untuk finalis tapi juga bagi kami para kurator untuk bertukar ilmu. Mengingat para finalis datang dari berbagai daerah dengan skill masing-masing, maka ini merupakan kesempatan semua orang untuk belajar dan memperluas network," jelas Anton Ismael, salah satu kurator di bidang fotografi.
Baca juga: Kisah Hidup Benyamin Sueb Ditampilkan dalam Konser Teatrikal
"Dengan konsep GAC yang lebih matang dari segi pengembangan kreativitas, saya harap para finalis yang terlibat dapat lebih berani untuk mendobrak batas mereka dan menjawab keraguan maupun tantangan untuk menjadi apa pun yang mereka mau," lanjutnya.
Untuk membantu para finalis dalam mewujudkan ide menjadi sebuah karya tanpa batas, selain Anton Ismael, kurator lain yang turut terlibat di antaranya; Widi Puradireja, Jason Ranti, Bill Satya, Naufal Abshar, Kendra Ahimsa, William Gozali, dan Martin Natadipraja.
Selama sesi mentoring, setiap finalis didampingi oleh dua orang kurator dari bidang berbeda untuk mengonsepkan ide mereka agar dapat dipresentasikan melalui karya.
Menanggapi berbagai ide menarik yang masuk ke dalam proses seleksi di Creative Academy, Widi Puradireja mengaku sangat antusias untuk dapat melihat karya akhirnya.
Beberapa ide di bawah arahan Widi terbilang cukup unik. Mulai dari live act painting diiringi lagu kreasi sendiri, membuat video musik dari hanya berbekal jepretan ponsel, instalasi visual art yang diisi dengan lagu kreasi sendiri, hingga penampilan teatrikal dilengkapi ilustrasi dan instrumen musik dari alam.
"Sejauh ini, para finalis berhasil meyakinkan saya bahwa mereka mampu mengikuti setiap arahan dan berani menantang diri mereka lebih jauh lagi. Di setiap sesi konsultasi, saya serta teman-teman kurator lain berusaha untuk mengajak mereka mengeksplorasi potensi yang mereka miliki dan mempertajam skill maupun ketertarikan mereka pada bidang apa pun."
"Alhasil ide-ide para finalis dapat berkembang dan semakin mampu mengurai cerita serta inspirasi untuk dapat dinikmati oleh publik melalui karya seni kreatif," ungkap Widi yang juga dikenal sebagai drummer grup musik MALIQ & D'Essentials.
Konsep penampilan teatrikal milik salah satu finalis arahan Widi, yaitu duo Ramadani 'Erce' Sumanto dan Aditya Darmawan, menjadi lebih berkembang dan menarik berkat pendampingan dari Widi dan Naufal sebagai mentor sekaligus kurator.
Mereka yang tadinya hanya sebatas menampilkan musik dengan permainan alat unik terbuat dari bambu, kini dipersiapkan untuk membuat latar visual di atas panggung yang dapat menampilkan identitas serta cerita di balik lagu atau penampilan mereka.
Baca juga: Trio MALIQ & DEssentials Beri Sentuhan Segar untuk Cinta Bertuan dari Batiga
"Kami sangat beruntung dapat menjadi bagian dari perjalanan GAC, karena banyak ilmu serta wawasan yang kami peroleh, bahkan dapat bertukar pikiran dengan teman-teman baru serta para ahli di bidang yang ingin kami geluti."
"Melalui sesi Creative Academy bersama para kurator, kami semakin sadar bahwa ada banyak hal yang perlu dipikirkan dan dipertajam dalam menciptakan sebuah penampilan atau karya seni. Namun hal tersebut menjadi sebuah tantangan, dan para kurator berhasil memberikan motivasi bagi kami untuk dapat mengubah ‘tapi’ menjadi sebuah bukti melalui karya,” ujar Erce asal Balikpapan.