Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggagas Petisi Tolak YouTube dan Netflix Diawasi Kritik Kinerja KPI

Kompas.com - 14/08/2019, 14:41 WIB
Tri Susanto Setiawan,
Andi Muttya Keteng Pangerang

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dara Nasution, mempertanyakan kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang malah ingin melakukan pengawasan terhadap layanan digital YouTube, Netflix, dan Facebook.

Seharusnya, kata Dara, KPI fokus saja mengawasi konten terhadap tayangan-tayangan televisi yang sudah menjadi kewenangan mereka sesuai dengan Peraturan dan Pedoman Perilaku penyiaran serta Standar Program Siaran (P3SPS).

"KPI mestinya menjalankan tugasnya menertibkan televisi sesuai dengan P3SPS," kata Dara saat memberikan petisi di kantor KPI, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).

Dara Nasution sendiri adalah penggagas petisi "Tolak KPI Awasi YouTube, Facebook, dan Netflix" lewat laman change.org.

Selama 5 hari, petisi tersebut sudah ditandatangani 70.000 orang dan terus bertambah dengan target 150.000.

Dara menambahkan, regulasi mengenai media baru seperti YouTube, Netflix, dan Facebook sebenarnya sudah diatur dan menjadi pengawasan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

"KPI dengan beban kerja yang sekarang aja belum maksimal kenapa harus mengawasi hal-hal yang lain," kata Dara.

"Kalau mau diawasi, nanti standar yang dipakai apa? Kita tahu P3SPS sering terdapat ketidaksepahaman antara KPI dengan pihak televisi," tambahnya.

Misalnya pemahaman tentang konten asusila atau bermuatan seksual di televisi.

"Tidak ada kesepahaman tentang apa yang dimaksud dengan konten bermuatan seksual. Akhirnya TV paranoid, takut dihentikan izin oleh KPI hingga lakukan sensor internal sendiri. KPI harusnya mengurusi hal-hal detail seperti ini," kata Dara.

Baca juga: 5 Fakta Wacana Kontroversial KPI yang Kekeh Awasi YouTube dan Netflix

"Kita selama ini lari ke hiburan Netflix dan YouTube karena memang tidak ada tontonan (berkualitas) di TV kita, hasilnya sampah, mohon maaf," sambung dia dengan nada kesal.

Sebelumnya, KPI mewacanakan mengawasi konten-konten dari media semisal YouTube, Facebook, Netflix dan media lain yang sejenis.

Pengawasan bertujuan agar siaran di media digital tersebut benar-benar layak ditonton dan memiliki nilai edukasi.

Selain itu, juga menjauhkan masyarakat dari konten berkualitas rendah.

Perlunya pengawasan media YouTube, Netflix, Facebook atau media sejenis menimbang sebagian besar masyarakat sudah beralih dari media konvensional televisi dan radio.

Terutama kalangan milenial, mereka menghabiskan waktu berjam-jam setiap harinya untuk mengakses konten media digital.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika memastikan KPI belum memiliki wewenang untuk mengawasi konten di platform streaming, misalnya Netflix dan YouTube.

Kewenangan seperti itu belum diatur di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Saat ini, pengawasan pada media-media baru dan platform streaming masih diserahkan kepada konsumen.

Apabila ada konsumen yang keberatan dengan konten, maka dilaporkan melalui fitur yang ada di media tersebut.

Baca juga: Penggagas Petisi Tolak YouTube dan Netflix Diawasi Sambangi Kantor KPI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau