JAKARTA, KOMPAS.com - Film animasi keluaran Nickelodeon SpongeBob Squarepants melakukan debutnya pada tahun 1999.
Serial ini dibuat oleh seorang animator sekaligus pendidik ilmu kelautan, Stephen Hillenburg.
Melansir New York Times, sejak awal kemunculannya, serial asal Amerika ini langsung menarik minat penonton.
Tak hanya serial animasi, SpongeBob juga telah melahirkan video game, buku komik, dan dua film adaptasi.
Namun beberapa dekade kemudian, di negara asalnya serial ini menuai beragam kontroversi.
Mulai dari dianggap mendukung kelompok gay, mendorong agenda pemanasan global, hingga munculnya jurnal ilmiah yang menyebut SpongeBob menurunkan kemampuan anak yang menontonnya.
Tak hanya di negara asalnya, penayangan serial SpongeBob juga beberapa kali menuai kontroversi di Indonesia.
Meski memiliki banyak penggemar, serial SpongeBob SquarPants beberapa kali mendapatkan teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF).
Pada tahun 2014 KPI pernah memberikan sanksi pada beberapa tayangan animasi anak, salah satunya Spongebob Squarepants.
Penelusuran Kompas.com, sanksi berupa peringatan tersebut tercantum dalam laman resmi KPI dengan nomor 2200/K/KPI/09/14 yang diterbitkan pada tanggal 19 September 2014.
Saat itu KPI berpendapat, tayangan tersebut memiliki dampak buruk bagi perkembangan fisik dan mental anak karena mengandung muatan kekerasan fisik, penggunaan senjata tajam, kata-kata kasar, adegan berbahaya, muatan pornografi, hingga unsur mistis.
Tak ayal, kabar menjadi perbincangan masyarakat Indonesia, terutama para penggemar serial animasi jenaka asal Amerika ini.
Alhasil tagar #SaveSpongeBob menjadi trending topic di twitter Indonesia, beragam meme berisi kritik kepada KPI pun muncul.
Saat itu muncul kecemasaan serial SpongeBob benar-benar akan hilang dari layar kaca Indonesia.
Baca juga: Selain Spongebob SquarePants, Ini 4 Animasi yang Pernah Ditegur KPI
Meski sensor atau pemotongan gambar dilakukan oleh lembaga sensor film, lanjut Agatha, tetapi lembaga penyiaran memiliki kewenangan untuk melakukan quality control (QC) berupa editing atau pengaburan jika ada yang dianggap tak layak tayang.