Dengan kata lain sudah terjadi proses internalisasi bagaimana gadis kecil maupun remaja yang dikawinkan itu harus merasa berutang budi atau berterima kasih dikawinkan dengan lelaki "yang dituakan". Ini sebuah kekerasan dalam bentuk lain dan Muna mendeskripsikan itu semua dengan cara yang cerdas.
Ada dua hal yang menjadi catatan dalam novel ini yang dibahas dalam podcast bersama Atnike Sigiro: pertama, novel yang menarik ini tentu saja ada persoalan ketika menampilkan multipoint of views yang seharusnya mencoba membedakan suara, karakterisasi, dan diksi setiap tokoh dalam setiap bab.
Problemnya, seperti halnya beberapa novel yang terbit akhir-akhir ini yang menggunakan multipoint of views adalah seluruh suara sama persis dengan diksi yang sama dan bahasa rapi dan cenderung puitik. Selain pembaca agak sulit membedakan, pada dasarnya para tokoh seyogyanya diberikan karakterisasi yang berbeda.
Catatan kedua, akhir dari novel ini menggambarkan betapa tokoh Cebbhing tak mengalami sebuah perkembangan karakter. "Padahal Cebbhing sudah memperlihatkan elemen perlawanan, tetapi sikap ini tidak dikembangkan," kata Atnike.
Tentu saja secara keseluruhan novel ini adalah sebuah karya yang bersinar dan wajib dibaca. Muna Masyari, seperti yang disampaikan sastrawan Budi Darma adalah "sebuah meteor yang datang tanpa diduga, sekonyong-konyong muncul dengan sinar yang memukau."
Pembahasan novel ini bisa ditemukan di Spotify Coming Home with Leila Chudori.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.