Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lestari Nurhajati
Dosen dan Anggota KNRP

Dosen Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR | Anggota Koalisi Nasional Refrormasi Penyiaran/KNRP.

Media, Budaya, dan Pemujaan Selebritas

Kompas.com - 20/03/2021, 17:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain itu ada juga, Standar Program Siaran Pasal 13 Ayat (2), yang menyatakan: “Program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik”.

Baca juga: Buntut Penayangan Acara Lamaran Atta-Aurel, KPI Beri RCTI Peringatan Keras

Hal lain yang menarik kemudian, kemarahan para penggemar ini tentu saja dengan tambahan pernyataan-pernyatan bahwa acara-acara televisi yang berupa sinetron maupun beragam talkshow juga dianggap tidak berfaedah oleh mereka.

Hal ini sangat tampak juga ada kesadaran palsu yang dirasakan oleh penggemar ini, bahwa acara tayangan lamaran maupun pernikahan artis yang akan memakan waktu berjam-jam itu jauh lebih bermanfaat dibandingan tayangan lainnya, yang memang juga sama tidak bermutunya.

Kesadaran palsu (false consciousness) ini terjadi karena demikian lamanya para penonton televisi kita terhegemoni oleh tayangan-tayangan tidak berkualitas di media penyiaran Indonesia.

Kesadaran palsu dan pemujaan selebriti yang berlebihan ini merupakan sesuatu yang harus diperhatikan lebih serius oleh berbagai pihak. Logika dan kecerdasan para penggemar yang demikian membabi buta, seolah mengalami pendangkalan yang luar biasa.

Baca juga: RCTI Sebut Acara Lamaran Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah Sarat Unsur Budaya Indonesia

Media menjadi salah satu faktor terbesar dalam perubahan perilaku masyarakat Indonesia. Pemerintah, kelompok akademisi, dan anggota masyarakat sipil lainnya yang tidak terjebak pada fenomena tayangan tak berkualitas di media, harus terus melakukan upaya secara terus menerus dan berkelanjutan dalam kegiatan literasi media, terutama literasi media digital.

Perbedaan pendapat pun harus dilihat dengan lebih cerdas dan sehat, dengan tidak melakukan perundungan pada orang-orang yang opininya berbeda. Sehingga nantinya netizen Indonesia bisa melepaskan diri dari stigma sebagai netizen yang paling tidak sopan di seluruh Asia Pasifik.

Baca juga: Heboh Warganet Indonesia Disebut Paling Tidak Sopan Se-Asia Tenggara

Sekali lagi ini akan bisa dilakukan apabila berbagai pihak bekerja sama melakukan proses literasi media digital secara berkelanjutan. (*Lestari Nurhajati, Dosen Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR /Anggota Koalisi Nasional Refrormasi Penyiaran/KNRP)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com