"Aaa... senang banget, sudah siap-siap. Itu kan (di Bromo) dapat udara bagus, moga-moga juga dapat cuaca bagus," celoteh perempuan yang akrab disapa Rani ini.
Pemandangan matahari terbit yang menjadi salah satu andalan wisata di Bromo, bagi Rani sudah biasa, namun tidak membosankan. Yang lebih membuatnya ingin ke Bromo lagi adalah savana yang bisa menjadi tempatnya berguling-guling.
"Sudah lihat (matahari terbit di Bromo) berkali-kali, memang enggak pernah bosan. Kayak guling-gulingan di savana itu aku enggak pernah bosan. Kalau di savana yang pojok itu anginnya kayak bunyi fuuu... dan itu sangat menyenangkan sekali," ceritanya. "Kalau aku sih sudah pasti pengin tidur-tiduran di savana. Aku pengin lihat langit bersih, kepengin ngerasain angin," lanjutnya.
Kesempatan itu tentu tak bisa didapat oleh Rani di Ibu Kota.
"Itu kayaknya mahal banget, enggak mungkin gue lakukan di sini (Jakarta). Rumah gue di Bintaro, gue latihan di (kawasan Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan), dari sono ke sini sudah kena macet," tekannya.
Selain itu, Syaharani dan rekan-rekan ESQI:EF-nya memilih untuk tinggal di rumah penduduk setempat selama berada di Bromo.
"Kami selalu home stay kalau bisa. Semua hotel menyenangkan, tapi ada waktu-waktu untuk membangun mental. Kenapa orang di rumah itu selalu makan bersama, padahal bisa makan sendiri-sendiri. Itu sebenarnya membangun kebersamaan. Di musik juga begitu, jadi pilihannya tepat kalau mau begitu, untuk mengenal teman-teman secara dekat dan positif," jelas Rani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.