"Saya senang tari dan suka menonton tari. Saya orang Solo, biasa terlibat di tari menari dari kecil. Setelah kuliah di Jakarta dan punya anak, kerinduan terhadap tari masih besar," katanya.
Walaupun, diakuinya, jazz tetap menjadi "nyawa"-nya. Kecintaan dan empati kepada para pelaku tari, terutama yang berangkat dari tradisi, membuat Iga bersemangat memimpin komunitas Dedy Lutan Dance Company lebih dari 12 tahun. Sebagai komunitas, yang bergabung tak harus penari profesional.
Seni pertunjukan berbasis tradisi, kata Iga, saat ini harus berjuang untuk mendapatkan ruang. Berbeda dengan konser musik rock, misalnya. "Orang mau bayar mahal untuk menonton konser rock atau umpel-umpelan nonton bola, tetapi kalau menonton seni tradisi, nanti dulu...," ujarnya.
"Indonesia butuh penonton seni yang baik," ujar Iga. Nonton yuk.... (INE)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.