KOMPAS.com - Satu hadiah yang bisa kamu berikan kepada diri sendiri adalah memaafkan. Demikian kutipan yang diungkapkan Maya Angelou, penulis puisi dan skenario keturunan Afrika-Amerika.
Memaafkan bukan hal yang mudah, terutama bila hubungannya dengan diri sendiri. Akan tetapi dengan memaafkan, hidup menjadi lebih tenang. Terlebih lagi saat menyambut bulan suci Ramadhan.
Coba tonton dua film nasional yang tengah tayang di bioskop sebelum memulai ibadah puasa dengan hati yang lebih lapang. Kedua film yang sarat makna ini akan mengaduk emosi hingga menuju titik akhir: sebuah pelajaran mengenai keikhlasan.
Adalah Critical Eleven yang bisa mengajak penonton untuk belajar memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri.
Film yang diangkat dari novel berjudul sama karangan Ika Natassa ini menceritakan tentang kehidupan asmara Tanya Baskoro (Anya) dan Aldebaran Risjad (Ale).
Kisah cinta mereka yang dimulai dari sebuah perkenalan di dalam pesawat berujung pada pernikahan. Sayangnya, seiring berjalan waktu sebuah musibah datang menghantam kehidupan rumah tangga Ale dan Anya.
Kekuatan cinta, kebesaran hati, dan kelapangan dada keduanya benar-benar diuji. Rupanya, hanya ada satu solusi untuk mengatasi masalah ini, yakni Berdamai dan memaafkan diri sendiri.
Film selanjutnya adalah Ziarah karya sutradara BW Purwa Negara. Siapa sangka, film yang tidak dibintangi artis terkenal ini berhasil meraih dua penghargaan dalam ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017, yakni Best Screenplay dan Special Jury Award.
Special Jury Award diberikan atas penampilan Mbah Ponco Sutiyem yang begitu luar biasa ketika memerankan sang tokoh utama, Mbah Sri.
Film yang dialognya menggunakan bahasa Jawa itu sepenuhnya menceritakan kisah perjalanan Mbah Sri mencari makam suaminya, Prawiro (terkadang dilafalkan Pawiro) Sahid yang gugur saat Agresi Militer Belanda II pada 1948.
Satu keinginan Sri adalah, ia ingin ketika meninggal nanti dimakamkan di sebelah makan sang suami.
Meski sudah berusia 95 tahun, Mbah Sri terus melacak keberadaan makam Prawiro dari sepotong informasi yang minim, seorang diri, dan tanpa pamit pada siapapun sehingga menyisakan kekhawatiran pada Prapto (Rukman Rosadi), cucu yang selama ini merawatnya.
Berjalan terbungkuk, Mbah Sri naik-turun angkutan umum. Bahkan, dalam beberapa adegan film ada juga gambaran ia berjalan kaki melewati lembah dan bukit, dan juga menyeberangi sungai.
Namun, takdir berkata lain. Mbah Sri harus menerima kenyataan bahwa ada begitu banyak hal tentang suaminya yang baru ia dengar pada akhirnya, termasuk ketika hidup ternyata ia memiliki dua istri.
Klimaks dari film yang berlatar di Klaten dan Yogyakarta itu terjadi ketika Mbah Sri pingsan di sebuah makam. Di sanalah ia berpikir harus mengikhlaskan dan memaafkan peristiwa yang telah terjadi.
Kedua film Indonesia itu sama-sama menyadarkan penonton bahwa masa lalu hanya akan menjadi penghambat untuk masa depan jika tidak diikhlaskan. Memaafkan diri sendiri juga orang lain, akan membuat jiwa lebih tenteram hingga hidup menjadi semakin lapang untuk dijalankan.
Ada begitu banyak manfaat dari memaafkan. Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang sangat pemaaf, baik kepada diri mereka sendiri maupun terhadap orang lain, mampu meminimalisir hubungan antara stres dan penyakit mental pada diri mereka.
“Stres pada orang pemaaf hampir seluruhnya terhapus,” kata Loren Toussaint, seorang profesor psikologi di Luther University di Iowa, seperti ditulis Kompas.com (13/1/17).
Terlebih lagi bulan Ramadhan sudah menjelang. Dengan hati yang lapang maka bulan suci akan berjalan dengan penuh keberkahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.