Gitar menyatukan para gitaris. Di pentas, seorang gitaris memanjakan ego individu. Namun, di luar panggung ada keguyuban dari sesama gitaris.
Gitar mereka akui sebagai alat musik personal, individual. Gitaris Adrian Adioetomo mengakui adanya hubungan emosional antara gitaris dan gitarnya.
"Gitar itu sangat nempel di badan sesuai ergonomi pemain. Gitaris ingin gitarnya enak dimainkan sesuai dengan gaya permainan dia. Dari situ timbul keterikatan dan kedekatan personal gitaris," kata Adrian.
Dengan kedekatan semacam itu, seorang gitaris belum tentu nyaman memainkan gitar milik orang lain.
"Soalnya kalau dipegang orang lain, rasanya akan beda,” tutur Adrian menambahkan.
Jangankan memainkan gitar milik orang lain, gitaris Iwan Hassan bahkan merasa kurang nyaman jika harus berfoto dengan gitar yang bukan miliknya.
Akan tetapi, meski gitar adalah alat musik yang sangat personal dan individual, tetapi gitaris perlu kawan untuk saling bertanya dan berbagi. Mereka tak habis-habis mengulik teknik, atau segala tetek bengek seputar aksesori gitar.
"Kami banyak bertemu di jalan. Kami ngomongin tentang alat musik. Kalau ada kesulitan alat atau apa, kami sering sharing, cari alatnya di mana," kata Baron, gitaris dari Baron Soulmate.
Para gitaris memang suka berkumpul. Atau paling tidak mereka saling terhubung lewat alat komunikasi dan media sosial. Dari sana tercetuslah gagasan untuk menggalang dana bantuan bagi para korban bencana yang terjadi di berbagai wilayah di negeri ini.
"Kami sering ngumpul, jadi tercetus buat acara apa ya?" kata Dewa Budjana yang pada Selasa lalu bersama gitaris Baron, Ezra Simanjuntak, Bulux, dan Riry Silalahi, membahas rencana pentas amal "Dari Gitaris untuk Indonesia".
Mereka bekerja sama dengan Bentara Budaya Jakarta dan Kompas Gramedia untuk menggelar pentas amal yang hasilnya akan disalurkan untuk korban bencana di berbagai daerah di negeri ini.
"Bencana ada di mana-mana. Mungkin itu sudah bagian dari kehidupan. Cuma ada beberapa hal yang menurut saya adalah bagian dari ulah manusia," kata Budjana.
Berbeda tapi guyub
Pada perhelatan "Dari Gitaris untuk Indonesia" nanti akan bergabung tak kurang dari 47 gitaris. Mereka adalah Adrian Adioetomo, Agam Hamzah, Arden "Tiket", Arif "Kerispatih", Baron, Beng Beng, Bulux "Superglad", Burgerkill, DD Crow, Denny Chasmala, Dewa Budjana, Diat "Yovie n' Nuno", Donny Suhendra, Edo Widiz, Eet Sjahranie, Endah N' Rhesa, Erros Chandra, Ezra Simanjuntak, Gideon Tengker, Ginda Bestari, Gugun, Ian Antono, Ireng Maulana, Irfan Aulia "Samsons", Irvan Borneo, Iwan Hasan, Jikun "/rif", John Paul Ivan, Jopie Item, Jubing Kristianto, Kin Aulia "The Fly", Marshal "ADA Band", Mus Mujiono, Oppie Andaresta, Ovy "/rif", Piyu, QoQo, Rama "D'Masiv", Riry Silalahi, Stephen Santoso "Musikimia", Taraz Bistara "The Rock/Triad", Tohpati, Toto Tewel, dan Yai Item.
Mereka datang dari genre musik yang berbeda. Ada yang datang dari pop, rock, jazz, dan blues. Tapi perbedaan itu justru menyatukan para gitaris.