Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stand Up Comedy Indonesia 4: Lucunya Dunia Politik

Kompas.com - 13/04/2014, 20:56 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- ”Biaya pemilu itu kurang lebih Rp 15 triliun. Kalau gue punya duit segitu, gue bakal bikin riset bagaimana caranya kerak Bumi berubah jadi kerak telor.”

Lelucon David Nurbianto, peserta Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) Season 4 Kompas TV bertema ”Calon Presiden Komika” itu membuat ratusan orang di Jakarta, pekan lalu, terpingkal-pingkal.

Komik yang selalu membawa warna Betawi dalam setiap penampilannya itu menyebut dirinya calon presiden dari Partai Lele Lumba-lumba yang kalau disingkat menjadi Palelu. Palelu adalah frasa Betawi yang berasal dari kata kepale elu. Biasanya, frasa itu digunakan sebagai umpatan untuk menunjukkan ketidakpercayaan kepada ide yang seseorang lontarkan.

David memulai leluconnya dengan menyebutkan bahwa dia berasal dari keluarga yang sangat aktif di dunia politik. Dia mengulur waktu beberapa detik agar penonton penasaran menanti kalimat berikutnya. Saat penonton bertanya-tanya itulah, David melontarkan lelucon jitunya, ”Ya, kite mah aktif cari amplop, ha-ha-ha.”

Dia juga bilang, nyainya (neneknya) termasuk orang yang sangat aktif ikut nyoblos dalam pemilu. ”TPS baru buka jam delapan, subuh-subuh dia udah mandi wajib.”

Parodi politik

Materi lelucon David malam itu secara umum berangkat dari perilaku politik masyarakat kebanyakan yang dia parodikan. Raditya Dika, salah seorang juri SUCI, memuji lelucon David sebagai lelucon sederhana tapi sangat berkelas.

Jurus memarodikan perilaku sehari-hari menjadi materi lawakan yang mengocok perut juga ditunjukkan komik Coki. Dia bilang ada beberapa jenis orang dengan pekerjaan tertentu yang tidak cocok untuk datang ke TPS dan nyoblos. Salah satunya adalah pesulap.

”Bayangkan kalau pesulap diizinin nyoblos. Pasti di dalam bilik suara lamaaa banget. Ketika petugas mengecek (ke dalam bilik), eh dia menghilang.”

Dukun, lanjut Coki, juga tidak cocok, bahkan berbahaya jika dibiarkan nyoblos di TPS. Pasalnya, ketika nyoblos, ilmu santetnya masih sering terbawa-bawa. Ketika dia mencoblos gambar seorang caleg (di kartu suara), caleg yang bersangkutan pasti teriak auuuwwww dan tidak lama kemudian meninggal di tempat.

Peserta lain, Liant dari Bali, lebih tertarik menyoroti anggota DPR yang menurut dia dari dulu sampai sekarang kinerjanya tidak pernah meningkat. Apa sebabnya? Mungkin karena tidak ada juri yang mengomentari kinerja mereka seperti yang ada di SUCI.

”Bayangkan Oom Indro (juri SUCI) kasih komentar, ’wah cara lu malam ini mengamandemen undang-undang cerdaaaasssss. Kompor gaaassss!” Kompor gas adalah ukuran Indro dalam memberi pujian terbaik.

Lalu, kata Liant, Fenny Rose juri SUCI lainnya yang juga presenter acara gosip dan iklan properti juga berkomentar, ”Saya suka banget dengan cara kamu menggunakan hak interpelasi. Hunian kamu juga nyaman dan asri. Tapi ingat, hari Senin harga naik.”

Aneh dan lucu
Begitulah, dunia politik yang penuh intrik, konflik, dan terkesan menegangkan, di tangan para komik SUCI 4 ini menjadi sangat komedik. Mereka mengajak para penonton untuk menertawakan perilaku politik orang-orang di sekitarnya.

Jalan alternatif itu antara lain diperlihatkan Dzawin yang menyoroti fenomena para caleg yang gemar menempel poster diri di kaca atau badan kendaraan umum.

”Ini aneh banget. Poster caleg itu seharusnya dipakai untuk menarik suara. Ini malah dipakai untuk narik penumpang.”

Kalau caranya begitu, lanjut Dzawin, orang naik angkot tidak lagi berdasarkan jurusan tapi berdasarkan poster caleg yang ditempel. Dzawin melanjutkan dengan penggalan dialog.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau