Ustaz Etawa akhirnya ditangkap KAPAK. Lembaga anti-korupsi ini menemukan bukti ketua bahwa Partai Amal Syurga ini mengorupsi dana impor daging domba untuk kepentingan partai. Sang ustaz yang diperankan Lukman Sardi ini berlagak suci. Ia menyebut penangkapan itu sebagai konspirasi internasional yang tidak ingin melihat partainya menjadi besar.
"Ini konspirasi Yahudi," tukas Etawa.
Sosok Etawa ini mengingatkan pada fakta di negeri ini. Ketika ada sesuatu yang tidak beres terjadi, segelintir orang mengatasnamakan agama selalu menuduh Yahudi ada di balik kekacauan itu. Etawa yang digambarkan memiliki dua titik hitam di dahi tersebut ditangkap polisi di kawasan Puncak.
Ia tidak sendirian. Momon yang diperankan penari Eko Supriyanto juga ditangkap KAPAK. Momon ini punya peran menjadi perantara proyek impor domba. Di depan wartawan, Momon berkali-kali meneriakkan kata no comment saat ditanya perihal keterlibatannya.
Skandal
Penangkapan Etawa mengagetkan Naga, tukang pijat langganan Etawa. Di depan layar kaca, Naga (Teuku Rifnu Wikana) berteriak, "Ayah kenal sama orang ini". Pernyataan Naga menarik reaksi anak sulungnya, "Kenapa Ayah kenal sama orang jahat?"
Itulah sepenggal cerita dari film Negeri Tanpa Telinga besutan sutradara dan produser Lola Amaria. Melalui sosok tukang pijat keliling bernama Naga, Lola merangkai benang merah atas skandal yang terjadi di kalangan para politisi dan pejabat negara. Skandal tidak hanya melibatkan uang, tetapi juga perempuan.
Jika sudah bicara soal uang dan perempuan, tingkah para politisi menjadi seragam. Kalau Etawa bermain uang dengan mengimpor domba, Piton (Ray Sahetapi), pemimpin Partai Martobat yang beraliran nasionalis ini, mengeruk uang dari pemberian izin pembangunan perumahan rakyat miskin Bukit Kahyangan. Ia butuh banyak duit untuk maju menjadi presiden.
Piton berselingkuh dengan Tikis Queenta (Kelly Tandiono) yang juga anggota Partai Martobat. Tikis yang duduk di DPAR, pelesetan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kita, dimanfaatkan Piton untuk melicinkan upayanya maju sebagai presiden. Selain itu, Tikis juga menjadi mesin uang partai.
Proyek yang melibatkan Menteri Urusan Kemiskinan Rakyat itu awalnya ditentang anggota fraksi, termasuk Partai Pohon Rindang, karena nilainya yang mencapai Rp 1,5 triliun. Padahal, menurut perkiraan anggota fraksi, proyek 5.000 rumah sederhana itu diperkirakan hanya butuh Rp 800 miliar.
Tikis punya acara. Ia memetakan siapa saja anggota partai politik yang doyan uang dan siapa yang doyan perempuan. Untuk soal perempuan, Tikis sendiri yang melayani mereka. Hal ini berujung konflik dengan Piton yang rupanya cemburu dengan kelakuan Tikis.
Polah elite politik dan pejabat ini diketahui secara detail oleh Naga. Ia dekat dengan lingkar kekuasaan karena keahliannya memijat banyak dibutuhkan petinggi partai dan pejabat negara.
Saat memijat itulah para elite politik ini "curhat" tentang persoalan mereka kepada Naga. Naga yang muak dengan curhatan itu akhirnya meminta dokter kenalan untuk menulikan telinganya.
Bukan komersial
Di awal, film ini seperti menjanjikan sebuah tayangan skandal yang rumit. Namun, hingga akhir cerita, tidak banyak hal baru yang diungkap dalam film kecuali peran Naga yang banyak mendengar "curhatan" pasien dan persoalan skandal yang ditayangkan dalam film tidak jauh berbeda dengan fakta yang sering kali ditayangkan di televisi, yang ditonton jutaan orang.
Soal tertangkapnya Etawa dan skandal impor domba, misalnya, juga skandal pembangunan Bukit Kahyangan yang melibatkan elite partai dan menteri yang minta jatah uang, semuanya sudah pernah ada di media massa. Kalaupun ada tambahan, itu hanyalah sedikit bumbu bagaimana perilaku istri Piton yang hanya menjadikan politikus itu sebagai mesin uang untuk kebutuhan mewahnya.