Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Istirahatlah Kata-kata", Sudut Sepi Pengingat Wiji Thukul

Kompas.com - 20/01/2017, 18:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - "Aku tidak ingin kamu pergi, aku juga tidak ingin kamu pulang, yang aku ingin kamu ada"

Potongan dialog tersebut menutup film tentang penyair Wiji Thukul yang hilang, Istirahatlah Kata-kata.

Seperti judulnya, film yang mengisahkan saat-saat di mana Wiji Thukul harus bersembunyi dari kejaran aparat Orde Baru tersebut minim kata-kata. Sang sutradara Yosep Anggi Noen lebih menekankan pada rasa yang dibangun oleh setiap lakon.

Anggi juga menceritakan saat-saat Wiji melarikan diri ke Pontianak selama delapan bulan pasca kerusuhan 27 Juli 1996 di Jakarta melalui puisi-puisi Wiji Thukul.

Dia menghubungkan penggalan adegan demi adegan dengan puisi Wiji. Dia menggunakan puisi untuk menggiring penonton ke dalam cerita.

Puisi Wiji dinarasikan oleh pemeran Wiji Thukul, Gunawan Maryanto. Dengan suara mirip Wiji -- susah untuk melafalkan huruf "r" --. Gunawan yang merupakan seniman teater asal Yogyakarta itu sukses menjelma sebagai Wiji Thukul.

Tak hanya lewat suara yang terdengar serupa, perawakan Gunawan juga terlihat tak jauh beda. Lebih dari itu, Gunawan bisa dikatakan berhasil menyuguhkan rasa cemas, khawatir, rindu, marah, kecewa yang membelenggu Wiji.

Perasaan cemas dan khawatir sudah dibangun Anggi sejak awal cerita, saat istri Wiji Thukul, Sipon (Marissa Anita), dan anak perempuannya Fitri ditanyai tentang keberadaan Wiji di sebuah tempat yang sepertinya kantor polisi.

Bukan dengan tindakan mengancam atau kata-kata yang mengecam, Anggi justru memvisualisasikan rasa tertekan yang dirasakan Sipon dan anaknya dalam adegan tersebut melalui sebungkus jajanan pasar yang dimakan interogator.

Sangat alami dan manusiawi. Seperti itu Anggi menerjemahkan keresahaan Sipon. Kegelisahaan ditinggalkan seorang suami yang buron dapat diterjemahkan melalui punggung dan tatapan nanar Sipon saat berada di dapur dengan latar suara minyak goreng panas.

Adegan berpindah ke Pontianak saat Wiji melarikan diri dan disembunyikan oleh kawan-kawannya. Lagi-lagi, Anggi mentransfer rasa takut Wiji tidak melalui kata, melainkan ruang sempit kamar tidur Wiji.

Wiji yang takut dan mengisolasi diri dari dunia luar digambarkan lewat jendela kamar saat dia menutup korden karena takut ketahuan.

Wiji kemudian mulai berani menampakkan diri ke dunia luar yang diperlihatkan Anggi dengan memperluas ruang gerak dengan adegan Wiji duduk di teras rumah sambil berbincang bersama Thomas, seorang dosen yang menyembunyikan Wiji.

Wiji semakin berani berkomunikasi dengan dunia luar saat mengasingkan diri ke rumah kawannya Martin (Eduwart Boang) yang juga seorang aktivis asal Medan.

Bersama Martin, Wiji mulai beraktivitas di luar rumah, meski memang masih menyimpan rasa takut terhadap "kacang ijo" (begitu Wiji menggambarkan tentara).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com