Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memasuki Ruang Lengang Epri Tsaqib

Kompas.com - 01/08/2008, 00:24 WIB

terluka dalam perih

sungguh aku tak peduli
bila KAU masih ada
: di setiap

t  a  m
e  i  a
t  r  t
e    a
s    k
    u

(Desember 2006)

Tipografi pada puisi hanya dapat dinikmati pada dunia tulis, bukan pada dunia lisan. Tipografi mengandung satu cakrawala yang dapat menimbulkan penafsiran pembaca dan pada saat pembaca membaca puisi maka terjadi pertemuan dua dunia yaitu dunia teks dan dunia puisi. Pertemuan dua cakrawala. Pertautan dunia luar dan dunia dalam manusia.

Bila diterjemahkan secara individual dari kata langkahku yang ditulis vertikal ke bawah, sering yang ditulis vertikal ke bawah, dan terseok yang ditulis meliuk, maka berarti untuk mencapai sesuatu yang tinggi tidaklah mudah. Banyak halangan dan rintangan yang menyebabkan jalan menuju ke sana sering terseok.

Sedangkan bila diterjemahkan dalam arti sosial politik: kebijakan dari atas sangat menentukan langkah di bawahnya, apakah yang ada di bawahnya akan terseok atau berjalan lancar.

Kalimat terluka dalam perih yang ditulis secara horisontal, secara individual berarti keperihan adalah sesuatu yang bersifat horizontal, keperihan yang dirasakan bersama. Sedangkan dalam arti sosial politik yaitu kebijakan-kebijakan dari atas berdampak secara horisontal terhadap masyarakat, masyarakat yang berada di bawah merasakan langsung dampak tersebut sedangkan orang-orang yang berada di atas tidak terkena dampaknya. Contoh konkritnya dalam hal kenaikan BBM.

Kemudian kata KAU yang ditulis menggunakan huruf besar, dalam hal ini mungkin diimplikasikan sebagai Tuhan tetapi bila diasosiasikan sebagai Tuhan, maka puisi ini menjadi sangat skeptis terhadap Tuhan. KAU yang diasosiasikan angkuh, sombong, sok besar. Menurut Jamal D. Rahman, KAU lebih diasosiasikan sebagai KAU yang angkuh, tidak kupedulikan apakah KAU masih ada di setiap tetes air mataku. Sedangkan dalam arti sosial politik yaitu kebijakan yang diambil di tingkat elit berdampak secara horisontal terhadap masyarakat, dan aku (sebagai bagian dari masyarakat) tidak peduli apakah KAU masih peduli terhadap duka lara kami (masyarakat).

Dalam puisi ini, Epri menarik dunia luar ke dalam dunia dalam diri kita, mengeritik realitas sosial yang terjadi saat ini di dunia luar kita, sehingga di dunia dalam diri kita, kita dapat lebih tajam melihat dunia yang berada di luar sana.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau