Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Arkeologi di Kaki Tambora

Kompas.com - 14/09/2011, 08:59 WIB

Pendakian Gunung Tambora (Bagian 1)

KOMPAS.com - Lapisan piroklastik terlihat jelas dan membentuk garis, menutup tanah yang berwarna kontras lebih gelap di bawahnya. Garis-garis itu diberi tanda sekaligus mengukur angka kedalaman galian. Di dalam galian, beberapa petugas diketuai oleh I Made Geria dari Balai Arkeologi Bali, bekerja melakukan pengangkatan temuan reruntuhan rumah kayu bekas permukiman yang tertimbun material letusan Gunung Tambora.

Hari itu Senin, 20 Juni 2011, saya bersama tim Ekspedisi Cincin Api beruntung bisa menyaksikan proses ekskavasi di kawasan perkebunan kopi sekaligus menggali informasi tentang kebudayaan Tambora. Tim ditemani oleh Parno, kepala perkebunan kopi, yang malam hari sebelumnya dengan ramah menyambut serta menyiapkan tempat untuk menginap.

Ekskavasi kali ini menemukan reruntuhan rumah berbahan kayu dan bambu di kedalaman sekitar tiga meter. Tidak jauh dari kayu-kayu terdapat batuan bekas perapian untuk memasak. Para arkeolog dengan perlahan mengupas material. Saya merekam aktivitas mereka dan terseret masuk ke dalam galian sambil membayangkan seperti apa kebudayaan penghuni rumah ini dan bagaimana nasib mereka ketika Gunung Tambora meletus dahsyat 10 April 1815.

Sejak awal memotret, saya terus membandingkan dengan catatan geolog Amerika Serikat, Haraldur Sigurdsson yang menemukan bukti peradaban Tambora saat melakukan penelitian di Dusun Tambora pada tahun 2004. Dia dan anggota tim dari Indonesia menemukan tulang belulang manusia dan artefak yang tertimbun material letusan Gunung Tambora. Temuan itu paling tidak menguatkan adanya peradaban kerajaan Tambora, Pekat, dan Sanggar.

Sejak berangkat dari Jakarta hingga tiba di Dusun Tambora, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya jawab. Apakah peradaban ketiga kerajaan itu musnah? di mana pusat ketiga kerajaan itu dulunya berada? serta benarkah kerajaan itu memiliki masyarakat dengan kebudayaan Mon-Khmer dibuktikan dari artefak yang ditemukan Parno di perkebunan kopi dan diperlihatkan langsung kepada saya.

Walaupun masih dalam kontroversi, kemusnahan kerajaan tersebut masuk akal karena sejarah mencatat Gunung Tambora meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index yang artinya letusannya masuk dalam kategori sangat besar. Abu vulkanik tersebar hingga Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Jumlah korban tewas mencapai 90.000 orang.

Memulai pendakian

Pengangkatan temuan di lokasi ekskavasi terus berlangsung. Selepas tengah hari, saya dan enam orang anggota tim ekspedisi harus melakukan pendakian ke puncak Gunung Tambora. Sisa anggota tim, Amir Sodikin dan Khairul yang tiba malam harinya akan melanjutkan pengumpulan data temuan ekskavasi untuk bahan tulisan.

Pukul 15.00 kami memulai pendakian dari rumah pengurus pekerbunan kopi. Sore hari waktu yang tidak lazim untuk memulai pendakian seperti yang dilakukan para pendaki Gunung Tambora umumnya.

Halaman:
Baca tentang


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau