Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seniman Musik Sunda di Zaman Lady Gaga

Kompas.com - 02/02/2013, 02:31 WIB

Seniman kampung mendunia

Yoyon akrab dengan kesenian tradisi sejak kecil di Kampung Cilimus Hideung, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Ayahnya pemain biola sunda, sementara buyutnya pemain reog. ”Kelas IV SD saya sudah manggung sebagai penyanyi Sunda,” katanya.

Yoyon remaja aktif sebagai pemain calung. Ia lalu masuk Konservatori Karawitan (Kokar) dan melanjutkan studi ke Jurusan Seni Karawitan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) lalu mengambil program S-1 di Jurusan Karawitan

STSI Surakarta tahun 1990. Di luar studi formal, ia memperdalam spesifikasi instrumen tradisi kepada seniman tradisi. Ia belajar tarompet pencak pada Mang Olet di Bandung, tarompet sisingaan pada Mang Walim di Subang, rebab pada Mang Uloh Abdulah, serta suling pada Mang Burhan. Adapun biola sunda ia berguru kepada ayahnya, Amin Sukria.

Dari ranah musik tradisi, Yoyon berkolaborasi dengan pemusik jazz. Tahun 1989, bersama Pra Budi Dharma ia menggabungkan calung, rebab, tarompet, dan kendang sunda dengan musik pop modern. Tahun 1993 dia dan seniman kendang, Ade Rudyatna, bergabung dengan

Krakatau bersama Pra Budi Dharma dan Dwiki Dharmawan. Dalam Krakatau, Yoyon membuat bonang multilaras dengan 24 penclon.

”Bonang 24 penclon ini untuk mengimbangi bahasa diatonis dari keyboard-nya Dwiki. Tuning (laras)-nya ada salendro, pelog, madenda, dan kobongan,” katanya.

Di Krakatau, Yoyon mewujudkan obsesi untuk membawa musik tradisi ke khalayak nasional dan dunia. Krakatau menjadi awal bagi Yoyon sebagai seniman tradisi mendapat apresiasi yang lebih layak.

”Sebagai seniman tradisi, saya pernah main di hajatan perkawinan dari jam sembilan pagi sampai jam lima sore. Badan sampai pegal, tetapi berapa bayarannya?”

Yoyon menjawab sendiri dengan bahasa tubuh yang mengisyaratkan bahwa bayaran yang diterima seninam tradisi tidak seberapa. Dia kaget saat pertama kali menerima bayaran sebagai awak band Krakatau.

”Saya dapat amplop, waktu dibuka, ah perasaan gede banget,” tuturnya.

Bagi Yoyon, bukan jumlah materi, yang lebih penting seni tradisi mendapat apresiasi dari bangsa sendiri dan dunia internasional sebagai bagian dari jati diri dan harga diri bangsa. ”Seni tradisi itu kekuatan Indonesia.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com