Untuk menonton film-film itu, kita tak dipungut biaya sepeser pun alias gratis. Enggak cuma gratis, Europe on Screen juga suka membagikan hadiah kejutan buat penonton yang beruntung.
Panitia Europe on Screen bekerja sama dengan kedutaan-kedutaan Uni Eropa di Indonesia yang meminjamkan tempat dan film-film yang akan ditayangkan di Europe on Screen. Festival ini dilaksanakan tanggal 2 Mei sampai 11 Mei 2014 di 9 kota di Indonesia.
Kota-kota yang dikunjungi Europe on Screen adalah Jakarta, Banda Aceh, Bandung, Denpasar, Makassar, Medan, Padang, Surabaya, dan Yogyakarta. Bagi kita yang berdomisili di Jakarta, bisa datang ke Goethe Haus, Erasmus Huis, Istituto Italiano Di Cultura, Institut Francais-Indonesia Salemba, Taman Kodok, dan TKC Universitas Tarumanagara.
Europe on Screen tak hanya memutar film-film komersial, tetapi juga film-film indie dan dokumenter. Festival ini juga menyediakan seksi khusus untuk Short Film Competition, yaitu kompetisi film-film pendek karya anak muda.
Antusiasme anak muda Indonesia dalam membuat film terbukti tinggi. Buktinya, ada 152 film yang terdaftar mengikuti kompetisi tersebut. Dari sejumlah film itu, tersaring 10 film yang ditayangkan pada Europe on Screen, 5 dan 7 Mei lalu.
Pada festival film ini juga ada Open Air Screening di Erasmus Huis dan Taman Kodok, Jakarta, tanggal 2-10 Mei 2014. Film yang ditayangkan di tempat terbuka ini, umumnya film-film komersial.
Pesan moral
Film-film yang ditayangkan dalam festival ini bisa dikatakan sarat pesan moral. Meski terkadang pesan itu disampaikan dalam tema komedi. Pada film komedi berjudul The Sandman (dari Swiss) misalnya, mengajarkan kita untuk selalu berkata jujur jika tidak ingin dikutuk mengeluarkan pasir dari tubuh setiap kali berbohong.
Sementara dalam film dokumenter Mission to Lars dari Inggris, Kate dan Will Spicer, sang tokoh, digambarkan pantang menyerah dan berhasil mewujudkan mimpi adiknya yang mengidap sindrom Fragile X (mirip sindroma down) untuk bertemu idolanya, Lars Ulrich, drummer band Metallica.
Festival film ini relatif diminati masyarakat. Antrean tiket bisa dikatakan tak pernah sepi, terutama pada pemutaran film pukul 17.00, pukul 19.30, dan akhir pekan.
Menurut Septa (23), salah satu volunter Europe on Screen, dalam sehari penonton festival ini mencapai 1.000 orang. Jumlah itu bertambah banyak pada akhir pekan.
Seto (19) dari SMA Kolese Gonzaga, Jakarta, mengaku baru pertama kali menonton festival ini. Dia datang bersama teman-teman sekolahnya,
"Gue baru ngajakkin teman-teman semalam, dan mereka langsung setuju. Rencananya kita mau terus menonton sampai 11 Mei nanti," kata Seto.
Membandingkan film dari Eropa dan film Indonesia, kata Seto, ”Film Eropa memiliki efek spesial yang lebih maju. Namun film Indonesia juga enggak kalah, kita bisa menunjukkan film yang bagus dan khas. Misalnya film aksi yang tergolong keras, The Raid. Koreografinya bagus banget.”
Menulis ulasan
Adapun Nina (23) mengaku sebagai penonton setia festival ini dari tahun ke tahun. Menurut dia, film Indonesia umumnya jalan ceritanya mudah ditebak dan kerap menunjukkan hedonisme kehidupan sebagian orang.