KOMPAS.com – Awal 2015 lalu para penonton Asia's Got Talent dikagetkan dengan aksi panggung tiga orang wanita cantik bersuara pria asal Filipina. Mengusung nama grup vokal "Miss Tres", mereka mampu memukau para juri, termasuk Anggun C. Sasmi.
Tak hanya itu. Para penonton yang menyaksikan langsung di studio bahkan rela bangkit dari kursi untuk memberikan tepuk tangan atas kebolehan vokal Miss Tres.
Memang, ajang pencarian bakat semacam itu selalu menyuguhkan hal menarik bagi penontonnya. Kejutan demi kejutan seakan menjadi bumbu penyedap yang membuat rating acara meroket. Jadi, bukan hal aneh, jika tiap tahun antrean audisi tak pernah sepi peserta. Orang rela berdiri menunggu berjam-jam demi kesempatan unjuk bakat.
Ternyata, pencarian bakat tak berhenti pada olah vokal saja. Banyak juga ajang yang menuntut bakat tertentu dan berhasil mendapatkan penonton setianya sendiri. Ada juga pencarian bakat yang mulai memanfaatkan teknologi internet, bukan lagi televisi. Simak ulasannya berikut ini:
Belajar bisnis
Didanai oleh Donald J Trump dan kawan-kawan, The Apprentice mulai menghiasi layar televisi AS pada 2004. Berbeda dengan kontes bakat lain, acara besutan Mark Burnett ini mengundang para profesional bisnis untuk berguru langsung kepada Donald Trump.
Tak main-main. Pemenang kontes tersebut dihadiahi jabatan presiden direktur di salah satu perusahaan Trump selama minimal satu tahun. Tawaran gajinya pun cukup tinggi, tak kurang dari Rp 3,4 miliar per bulan.
Sampai saat ini, sudah ada sebanyak 24 versi internasional The Apprentice, termasuk di Asia. Bahkan, pada edisi perdana versi Asia, Indonesia memiliki dua orang perwakilan.
Salah satunya adalah Hendy Setono, pendiri Baba Rafi Enterprise (Kebab Turki Baba Rafi, Ayam Bakar Mas Mono, dan Bebek Garang). Saat itu, pria asal Surabaya ini termasuk kandidat yang berhasil membangun bisnis dari nol tanpa menyelesaikan bangku kuliah.
Kontes masak
Setelah ditunjuk sebagai juri di acara Masterchef Indonesia, Junior Rorimpandey atau "Chef Juna" mulai sibuk di layar kaca. Di balik itu, ternyata kontes masak yang telah membesarkan namanya sejak tayang empat tahun lalu ini punya sejarah cukup panjang.
Awalnya, Masterchef pernah digarap sutradara Franc Roddam dengan versi original di Inggris pada 1990. Acara itu mampu bertahan hingga 2001. Lalu, empat tahun setelah rehat, Masterchef kembali dibuat, masih oleh sutradara yang sama.
Tapi, Indonesia dan 39 negara lain mulai tertarik mengadopsi acara itu justru setelah Masterchef dirombak ulang di Australia. Karena keberhasilanya, lahirlah beberapa versi yang sengaja disesuaikan untuk beberapa tipe peserta. Beberapa versi itu meliputi Masterchef: the Professionals yang diperuntukkan bagi para ahli masak, Celebrity Masterchef untuk para penggelut dunia hiburan, dan Junior Masterchef bagi anak-anak.
Selain Masterchef, Indonesia turut mengadopsi kontes masak "Hell’s Kitchen". Dalam acara berdurasi 120 menit ini, Chef Juna juga dipercaya menjadi "Gordon Ramsay" versi Indonesia.
Menjual komedi
Sepuluh tahun sudah Entis Sutisna alias Sule wara-wiri di layar televisi Indonesia. Namun, hingga kini ia tak menyangka, setelah memenangi kontes Pelawak TPI (API) bersama grup "SOS", hidupnya berubah drastis.