Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fragmen Emosi Joe Taslim

Kompas.com - 14/08/2016, 16:06 WIB

Meski tidak pernah menang ketika bertarung, Jaka bisa mempertontonkan keseimbangan watak sebagai orang yang keras, tetapi juga bisa juga lembut.

"Sebagai aktor muda, dari segi umur dan pengalaman, ini suatu tantangan. Mereka memercayakan dan saya buktikan enggak salah. Aktor Indonesia bisa berkreasi dan enggak kalah dengan yang lain. Tantangan yang berharga, tetapi worth it," katanya.

Keseimbangan hidup
Ketika ditanya dari mana datangnya keseimbangan tersebut, Joe berseloroh, "Dari beban hidup yang menderita inilah. Ha-ha-ha.... Dari pengalaman hidup, saya lumayan peka. Zodiak saya Cancer, sensitif. Dalam dunia keaktoran, bisa merasakan yang orang lain rasakan. Bisa memosisikan diri saya jadi orang lain. Ada dimensi lain yang bisa kita beri."

Sebagai satu dari segelintir aktor Indonesia yang bisa menembus industri film di Hollywood, Joe mengaku tetap ada tekanan berat terutama untuk memberi citra positif.

"Market Asia besar dan butuh perwakilan orang yang mumpuni secara akting, mumpuni secara personality. Mostly, Asia diwakili aktor Jepang, Korea, atau China. Indonesia sangat jarang disentuh. Sekarang peluangnya semakin besar," kata Joe.

Pengalaman menjalani shooting di Hollywood juga memberi warna berbeda.

Seorang diri di negeri orang, waktu hariannya habis dengan sesuatu yang produktif.

Pagi hari-kala tak ada kesibukan shooting-ia biasa berlari pagi.

Untuk mengisi waktu luang pada jeda di antara shooting, Joe sengaja membeli keyboard mini lalu belajar piano dari nol sampai bisa menguasai.

Ketekunan memulai sesuatu dari nol itu pula yang dijalani ketika menjajal profesi sebagai aktor. Sebelumnya, Joe selama 15 tahun menjadi bagian dari tim nasional judo. Mengikuti jejak kakaknya yang juara nasional judo, ia belajar wushu dan taekwondo sebelum kemudian mengharumkan nama Indonesia ketika meraih medali emas di South East Asia Judo Championship (1999) dan medali perak SEA Games (2007).

"Saya mencintai judo luar biasa dan jadi bagian dari saya sampai sekarang. Awalnya enggak cinta. Cuma senang-senang. Dibanding sok jago, kita jadi semakin lembek. Karena tahu kalau kita gerakin kekuatan kita, dia akan cedera. Diinjak kita kuat. Diangkat bisa jatuh besok. Memperkuat karakter. Pernah merasa kalah, jatuh, menang, dimusuhi, ditindas.... Semua jadi fragmen penting emosional yang bisa membantu saya di dunia akting," ujar Joe yang sejak kecil menggemari buku silat Kho Ping Hoo.

Sejak kecil, Joe sebenarnya sudah tertarik dengan dunia keaktoran.

"Orangtua saya sederhana. Di Palembang enggak ada sekolah akting. Sekolah enggak telat bayar saja sudah bagus, apalagi sekolah akting. Tapi, enggak ada kata terlambat. Saya memulai karier unik, di atas 30 tahun. Keterbatasan saya untuk melakukan yang saya suka dan punya tanggung jawab terhadap negara selama 15 tahun di timnas. Setelah pensiun dari timnas, baru saya kejar cita-cita saya dan terbukti belum terlambat," ujarnya.

Film perdananya, Karma (2008), kemudian menjadi batu pijakan awal setelah sempat enam tahun selalu gagal lolos casting.

"Ngobrol sama teman- teman di Hollywood, kita enggak pernah tahu besok. Bisa saja enggak kerja lagi. Banyak aktor di luar negeri yang depresi. Aku dapat banyak kesenangan. Seperti anak kecil umur 8 tahun main hujan dan lumpur, kan, enggak takut sakit? I have so much fun. Memosisikan pekerjaan saya sebagai aktor seperti anak-anak main lumpur itulah. Karena sangat luar biasa senangnya," tutur Joe.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com