Ia tidak memberi olahan-olahan komposisi sehingga terjadi dialog antara film dan panggung orkestra.
Garin bersama komponis Rahayu Supanggah menyiapkan komposisi musik, bukan semata sebagai pengiring atau pembentuk nuansa filmistis, melainkan benar-benar memberikan nyawa terhadap film bisu.
Kata Garin, Supanggah sampai menjelajah berbagai kemungkinan bunyi yang hidup dalam alam mistik Jawa.
"Semua gending tentang setan dieksplorasi, begitu juga musiknya," kata Garin.
Pernyataan itu mengisyaratkan telah terjadi dialog yang intim dan sangat serius antara Garin selaku sutradara dan Supanggah yang membuat komposisi musiknya.
"Komposisi musik karya Mas Panggah akan menjadi dasar bagi permainan musik di kota-kota lain nanti," kata Garin.
Seni pertunjukan
Meski memakai bahasa lama (film bisu hitam putih dan musik pengiring), Garin justru sedang menciptakan bentuk baru dalam dunia pertunjukan.
Setan Jawa yang dikomposisi sebagai film tari dengan koreografi memikat dari Danang Pamungkas melahirkan cara penikmatan baru terhadap seni pertunjukan.
Musik yang dikomposisi Supanggah terasa begitu padu dengan koreografi yang digarap Danang.
Lengkingan-lengkingan vokal yang diisi Peni Candra Rini semakin menghidupkan tokoh Asih (Asmara Abigail).
Begitu pun tarian-tarian yang dimainkan Setio (Heru Purwanto) memberi nuansa yang semakin lama semakin mengesankan.
Hebatnya, karakter tokoh-tokoh dalam film ini dibangun dari gesture, mimik, dan gerak tubuh, terutama lewat tarian tanpa dialog.
Film ini sebagaimana diklaim Garin memotret kehidupan mistik Jawa pada awal abad ke-20.
Waktu itu, kekuasaan raja-raja sudah terpereteli kekuasaan pemerintah kolonial.
Rakyat hidup dalam kemiskinan yang mencekam.