Dengan album berbahasa Indonesia itu, GBS sekaligus ingin memberikan pernyataan bahwa GBS adalah band Indonesia yang juga punya lagu-lagu berbahasa Indonesia, tetapi berkualitas dunia.
Meski selama ini lebih banyak membawakan lagu-lagu berbahasa Inggris, secara esensi, musik GBS tetaplah musik yang sama kualitasnya meski disajikan dalam bahasa berbeda.
"Jadi, kalau di luar, ya, main harus berbahasa Inggris supaya audiensnya juga ngerti. Tapi di Indonesia, kita pengin lebih membumi dengan lagu-lagu Indonesia. Biar orang juga tahu, GBS punya karya Indonesia," kata Bowie.
Kesepuluh lagu di album baru tersebut diaransemen dengan cita rasa dan sentuhan baru.
Fajar, yang juga memiliki basis rock dan funk yang kuat, memberikan interpretasi baru pada lagu-lagu GBS meski pada pakem-pakem yang tak bisa diubah, Fajar tetap patuh.
"Ibaratnya, GBS juga punya norma-norma. Ada yang kuat, ada yang elastis. Sebagai orang baru, saya punya hal baru yang bisa saya berikan, tanpa merusak pakem-pakem yang tidak bisa dilanggar itu. Kalau saya masuk terus obrak-abrik pasti hancur. Jadi, dari awal mikir-nya emang bikin musik, yang dibutuhkan seperti apa," kata Fajar.
Mendefinisi ulang
Kehadiran Fajar jelas mendefinisikan ulang keberadaan GBS sebagai sebuah band.
Baik Gugun maupun Bowie melihat, sebagai band, komunikasi mereka kini lebih solid.
Hal ini antara lain karena Fajar memang berkomitmen 100 persen pada musik dan tidak melakukan hal lain di luar musik.
Dari sisi musik, GBS format baru pun justru lebih tertata rapi.
Ibarat mobil, seluruh businya menyala, tak ada yang pincang dan lebih solid.
"Untuk bemusiknya kami lebih banyak diskusi harus gimana. Enggak melulu saya sebagai montir. Tapi, banyak juga dari Bowie dan Fajar, jadi lebih berwarna," kata Gugun.
Bowie pun menilai, kehadiran Fajar memberi api baru, menjadi bagian dari evolusi GBS sebagai sebuah band.
"Kalau manusia ada jenjang SMP, lalu SMA. Nah, kita ini sedang melangkah ke langkah selanjutnya. Yang kemarin bukan berarti jelek, tetapi ini evolusi GBS selanjutnya," kata Bowie.
Dia mengibaratkan GBS seperti sosok berusia 35 tahun yang lebih mengedepankan akal sehat (matang), tidak meluap-luap, tetapi masih tetap menyimpan semangat yang berapi-api.