Stella sangat mandiri. Dandan, menulis, foto, sampai mengedit dilakukan sendiri. Hasilnya menawan sebagaimana di blog dan akun Instagram-nya.
Pendek kata, Stella mewakili generasi milenial yang multitasking. Dialah salah satu nyawa film Galih & Ratna.
Nyawa lainnya berada pada musik yang menjadikan kaset sebagai ikon. Film ini mengenalkan kembali hubungan pensil dengan kaset, sesuatu yang asing bagi generasi milenial.
Dalam film ini, batang pensil diganti batang spidol untuk mengurai pita kaset yang kusut.
Sejak awal, film ini menempatkan kaset sebagai episentrum cerita. Galih, yang mewarisi mimpi mendiang ayahnya, begitu sayang dengan toko kaset orangtuanya.
Tatkala teman-teman sekolahnya, seperti Stella, menggunakan telepon seluler sebagai simbol eksistensi diri, Galih memutar lagu lewat walkman.
"Walkman", saudara-saudara, sebuah kata yang mungkin telah menjadi fosil dalam tumpukan ingatan sebagian besar orang dewasa, bahkan bisa jadi menjadi kata baru bagi generasi milenial.
Ketika toko kaset itu semakin sepi, Ratna yang jatuh cinta kepada Galih memberi gagasan besar: memprovokasi teman sekolah mereka untuk membuat mixtape sebagai media pengungkapan perasaan.
Ketika mereka gagal atau tak mampu mengatakan cinta lewat kata-kata, mixtape solusinya. Mixtape tak lain kumpulan lagu dari beragam penyanyi yang menjalin satu cerita dan direkam ke dalam kaset kosong.
Maka, Galih dan Ratna menjadi penjual mixtape yang laris manis di sekolahnya. Kaset telah menjembatani perasaan yang selama ini hanya mengembang di hati.
Dengan begitu, film ini menjadi begitu musikal. Apalagi, menghadirkan lagu-lagu lama yang diaransemen ulang dan terasa sangat baru.
Lagu "Galih & Ratna" yang pernah dipopulerkan mendiang Chrisye, juga oleh D'Cinnamons, diaransemen ulang Gamaliel, Audrey, dan Cantika (GAC) menjadi lagu pop yang manis dan diterima anak muda milenial.
Lagu ini sempat berada di posisi puncak di Itunes. White Shoes & The Couples Company yang menyanyikan ulang lagu "Masa Remadja" dan beberapa penyanyi lain mempermanis film ini.
Film ini semakin hidup dengan nyawa ketiga, yakni cerita yang sarat filosofi.
Bagi generasi milenial, hidup itu seperti mendengarkan lagu di aplikasi digital yang tinggal pilih lagu sesuai keinginan tanpa harus mendengarkan lagu yang tak kita sukai.