Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyimak Kembali Harry Roesli

Kompas.com - 19/03/2017, 16:00 WIB

Album Philosophy Gang adalah yang pertama terlintas di kepalanya. Dari pengalamannya berdagang, album itu banyak peminatnya, tapi stoknya terbatas. Di pasar internet, harga jualnya bisa tembus Rp 4 juta.

"Orang-orang nunggu album ini dibikin lagi (reissue)," katanya yakin.

Kisah David Tarigan dari Irama Nusantara mendukung optimisme Rendi.

Dua tahun lalu, David pernah ke London, Inggris, dengan uang saku pas-pasan. Ia membawa dua vinil, album dari Dara Puspita dan Philosophy Gang.

"Gue jual 250 poundsterling, cepet banget disikat orang. Malah katanya kemurahan. Yang penting hidup gue terjamin di sana," kata David.

Toko kelontong
Pihak keluarga Harry Roesli tak keberatan dengan itikad Rendi.

"Ibu saya cuma minta urusan administrasinya beres," kata Lahami Khrisna Parana, anak Harry Roesli.

Syarat itu tak bisa dipenuhi oleh label-label yang pernah mengajukan diri sebelumnya. Sebab, album itu dulu tercatat dikeluarkan oleh Lion Records yang beralamat di Singapura.

Rendi tak patah semangat. Ia berangkat ke "Negeri Singa" berbekal alamat label itu.

Rupanya alamat itu adalah sebuah toko kelontong. Ia diyakinkan oleh orang-orang sekitar bahwa tak pernah ada perusahaan rekaman di tempat itu. Dari dulu, terutama sekitar tahun 1973, tempat itu adalah toko.

"Produk pertama label itu, ya, album kami. Setelah itu hilang. Bisa jadi itu akal-akalannya Mas Harry (Roesli) biar terlihat keren albumnya dirilis label luar negeri, ha-ha-ha," kata Indra Rivai, pemain kibor band itu.

"(Kalau memang benar akal-akalan) Mas Harry adalah pencetus berita hoax pertama," imbuh Harry Pochang, pemain harmonika.

Selorohan itu bisa dimaklumi karena menurut keluarga dan orang-orang terdekatnya, sosok Harry Roesli tak lepas dari hal-hal mengejutkan.

Kejutan itu dirasakan oleh Indra dan Harry ketika merekam album itu.
Rekamannya dilakukan di Musica Studio, Jakarta, dengan operator Yamin Widjaja, pendiri Musica.

"Kebanyakan lagunya jadi ketika di studio. Suasananya seperti jamming saja. Lima hari rekaman, jadi tujuh lagu," kenang Harry Pochang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com