Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sangkan Paraning" Soimah

Kompas.com - 26/03/2017, 16:00 WIB

Ajaran hakikat sebagai orang Jawa yang melekat dalam filsafat "Sangkan Paraning Dumadi", dipegang teguh oleh pesinden serba bisa itu.

Ia telah menapaki kesejatian hidup. Hidup di dunia ini seperti mampir minum, ibarat burung terbang dari kurungan, jangan sampai keliru hinggap. Ibarat mereka yang pergi bertandang, suatu kali akan pulang, pulang ke asal mula.

Ajaran itulah yang membuat Soimah kembali bernyanyi bareng Accapella Mataraman, kemudian bergabung dengan Jogja Hiphop Foundation, dan bermain bersama Kethoprak Tjontong.

Pentas tapak tilas itu dilakukan di hadapan ratusan warga Dusun Wonorejo, Desa Hargobinangun, Pakem, Yogyakarta. Mereka menjadi saksi prosesi kembalinya Soimah ke pangkuan rakyat.

"Aku selama ini boleh dikata dikasi rezeki dari seni, jadi ingin aku kembalikan lagi pada seni dan orang-orang yang dulu ada di sekitarku," kata Soimah.

"Jula-juli"
Pada saat bernyanyi bersama Acappella Mataraman, Soimah memanggil Romo Sindhunata, pengampu kompleks budaya Oemah Petroek. Bahkan Soimah meminta Romo Sindhu turut bernyanyi.

Tanpa diduga Romo Sindhu sudah menyiapkan pantun berbahasa Jawa ala jawatimuran yang disebut sebagai jula-juli. Biasanya dilantunkan sebagai bagian dari pertunjukan ludruk.

Nyanyi dangdut lalu bengesan/roke lemir tuku nang rombengan/melok Hasoe mek nyatus seketan/Saiki sekali nyanyi ngeruk jutaan (Menyanyi dangdut lupa pakai lipstik/gaunnya berkilau beli di tukang baju bekas/ikut Hasoe cuma dapat seratus lima puluh ribuan/Sekarang nyanyi mengeruk jutaan).

Jula-juli ini tak lain dari kisah masa awal Soimah berkarier sebagai penyanyi kendurian dari kampung ke kampung di sekitar Yogyakarta. Ia "ditenteng" oleh pemain organ tunggal dan pelukis Hadi Soesanto (Hasoe).

"Dulu kalau dapat tiga ratus, aku cuma dikasi seratus lima puluh," ujar Soimah di atas panggung.

Pernyataan itu diikuti oleh tawanya yang ngakak, sebagaimana yang menjadi ciri khasnya selama ini.

Keterlibatan para pelukis pada masa awal karier Soimah juga dipertimbangkan. Oleh sebab itu, ia membeli delapan lukisan dari para pelukis yang mewujudkan dirinya dalam berbagai tema.

Para pelukis itu, di antaranya Yuswantoro Adi, Bambang Heras, Nasirun, Hadi Soesanto, Samuel Indratma, serta beberapa pelukis lain.

Sebagaimana watak Soimah, yang bisa ndagel secara spontan, ia membayar lukisan karya Nasirun di atas panggung.

"Selama ini sulit ketemu Mas Nasirun, jadi kalau boleh lukisan itu saya bawa pulang, saya kasi duit sekarang," kata Soimah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com