Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dara & Doa", Anak Sulung Perfilman Indonesia

Kompas.com - 30/03/2017, 10:19 WIB
Andi Muttya Keteng Pangerang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada tanggal 30 Maret 2017 segenap insan perfilman Indonesia merayakan Hari Film Nasional.

Sebab, pada tanggal yang sama 55 tahun silam, tepatnya 1962, Konferensi Kerja Dewan Film Nasional dan Organisasi Perfilman menetapkan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional.

Alasannya, karena tanggal itu merupakan hari pertama pengambilan gambar film Darah & Doa (Long March of Siliwangi) pada 1950.

Apa yang istimewa dari film arahan sutradara Usmar Ismail itu?

Rupanya film tersebut telah mengukir sejarah penting. Darah & Doa merupakan layar lebar pertama yang disutradarai dan diproduksi oleh rumah produksi milik Indonesia, Perusahaan Film Nasional Indonesia atau Perfini.

Jika melihat ke puluhan tahun silan, berdasarkan sejumlah literatur yang dihimpun Kompas.com, Darah & Doa bukanlah film pertama yang dibuat di Indonesia.

Sebelumnya sudah ada film biru berjudul Loetoeng Kasaroeng (1926). Namun film tersebut disutradarai oleh orang Belanda dan diproduksi ketika Indonesia belum merdeka alias masih dalam masa penjajahan.

Barulah setelah lima tahun perang kemerdekaan berakhir, Usmar Ismail yang kala itu berusia 29 memproduksi film Darah & Doa yang kemudian dinobatkan sebagai "anak sulung" industri perfilman Tanah Air.

Namun film itu juga bukanlah yang pertama bagi Usmar karena sebelumnya ia sudah pernah membuat dua film berjudul Harta Karun dan Tjitra.

Meski begitu, mengutip sebuah artikel yang ditulis Usmar dalam majalah Intisari (no 1, th I 17 Agustus 1963), ia menganggap Darah & Doa sebagai karya layar lebar pertamanya.

"Saya lebih senang menganggap Darah & Doa sebagai film saya yang pertama, yang seratus persen saya kerjakan dengan tanggung jawab sendiri," tulis Usmar dalam artikelnya.

Dokumentasi Kompas Sutradara Usmar Ismail
Darah & Doa terinspirasi dari kisah yang ditulis oleh sastrawan Sitor Situmorang tentang tentang para prajurit TNI Divisi Siliwangi yang melakukan perjalanan panjang (longmarch) dari Yogyakarta ke Jawa Barat usai mendapat serangan dari Belanda yang ingin mengusik kembali Indonesia pasca kemerdekaan.

Namun fokus utama film ini bukanlah itu, tetapi kisah sang pemimpin pasukan, Kapten Sudarto (Del Juzar), yang tampil dengan karakter yang sangat manusiawi.

Ia digambarkan bukan selayaknya sosok yang macho, melainkan sosok yang rapuh dan peragu. Seorang guru yang terseret arus revolusi, begitu Usmar Ismail menggambarkan tokohnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com