Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Stip & Pensil", Gado-gado Komedi Pendidikan

Kompas.com - 23/04/2017, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Dunia pendidikan Indonesia kembali diangkat dalam sebuah film. Kali ini dibalut dalam kemasan komedi remaja melalui film Stip & Pensil.

Banyak topik yang ingin dicetuskan film ini, mulai dari antiperundungan, ketimpangan sosial, hingga kemiskinan perkotaan, dalam porsi yang nyaris sama sehingga rasanya mirip gado-gado.

Sudah banyak film yang mengupas wajah pendidikan di negeri ini. Sebut saja beberapa judul yang lekat di ingatan, seperti Denias, Senandung di Atas Awan; Laskar Pelangi; Sokola Rimba; juga Sang Pemimpi.

Kisahnya menitikberatkan pada perjuangan orang-orang yang hidup di pelosok Tanah Air untuk mengejar mimpi mereka dan mendapatkan pendidikan yang layak.

Stip & Pensil mencoba ranah yang berbeda dengan menampilkan dunia sekolah di Ibu Kota beserta problem remaja yang dilingkupi perbedaan latar belakang sosial ekonomi.

Empat siswa SMA, Toni (Ernest Prakasa), Aghi (Ardit Erwandha), Saras (Indah Permatasari), dan Bubu (Tatjana Saphira), adalah anak-anak orang kaya dan suka berlagak sehingga dimusuhi teman-temannya.

Mereka digambarkan sok keren dan suka meremehkan orang-orang di sekelilingnya.

Seorang guru baru, Pak Adam (Pandji Pragiwaksono), memberi tugas kepada mereka membuat esai tentang kesadaran sosial.

Suatu saat mereka bertemu pengamen cilik, Ucok (Iqbal Sinchan), yang tinggal di kolong jembatan dan kemudian menginspirasi esai mereka. Judulnya "Pentingnya Sekolah untuk Anak Jalanan".

Berhubung mereka suka berlagak dan tak mau kalah, bikinlah mereka sebuah sekolah darurat untuk mengajari anak-anak kolong jembatan itu membaca dan menulis.

Remaja kota yang hidup di dunia yang bagai bumi langit dengan anak-anak itu tentulah langsung menemui banyak halangan, tak hanya dari penghuni kolong, tetapi juga teman-temannya sendiri.

Skenario Stip & Pensil ditulis Joko Anwar. Dia mengatakan, naskah ini memang agak jauh dari citranya selama ini yang cenderung serius.

Itulah sebabnya, naskah yang ditulis sejak lama ini tetap disimpan. Sampai akhirnya naskah tersebut ditemukan sutradara Ardy Octaviand.

"Saya membaca ceritanya dan langsung suka. Langsung terbayang visualnya seperti apa," ujar Ardy, saat pemutaran film untuk media, Selasa (18/4/2017).

Joko pun senang skenarionya "ditemukan" Ardy. Dia menilai, genre film komedi merupakan salah satu kekuatan sutradara tersebut.

"Seperti judulnya, Stip & Pensil, film ini ingin berbicara tentang bagaimana menghapus kesalahan masa lalu dan menulis kembali perubahan yang baru dengan melakukan suatu kebaikan. Seperti halnya ketika kita ingin maju, berubah, ternyata banyak halangan," kata Ardy.

Titik berat film, menurut dia, adalah persoalan pendidikan.

Representasinya dalam film seperti suasana sekolah di Jakarta yang penuh dengan anak yang melek gawai dan media sosial lalu dikontraskan dengan bocah-bocah pengamen yang tidak mengenal abjad.

Orangtua keempat remaja itu digambarkan sangat kaya. Mereka berempat mengendarai mobil atap terbuka, di tengah siang bolong di Jakarta.

Bahkan, anak-anak SMA itu diberi uang untuk membangun sekolah darurat. Sementara orangtua bocah-bocah itu pemulung.

Penuh
Begitu banyaknya hal yang ingin disampaikan Stip & Pensil dalam durasi 98 menit membuat film ini rasanya penuh dan fokusnya kurang jelas.

Di sekolah, ada topik antiperundungan yang ingin disampaikan, baik secara verbal maupun tersirat.

Dalam beberapa wawancara dengan media, para pemain utama itu menuturkan, mereka juga pernah menjadi korban perundungan ketika sekolah dulu.

Ada lagi soal nilai-nilai sosial, misalnya kejujuran, yang harus ditanamkan sejak dini.

Topik ini mencuat begitu saja saat Aghi dan teman-temannya mengajarkan baca tulis anak-anak itu.

Sayangnya pernyataan itu bertentangan dengan cara mereka membagi-bagikan uang kepada anak-anak agar mereka mau datang ke sekolah darurat.

Walaupun pada akhirnya, mereka menyadari cara itu salah setelah salah satu teman sekolah mereka mengunggah video di Youtube tentang aksi tersebut dan mereka mendapat cibiran teman-teman lainnya.

Ada juga topik kesenjangan sosial masyarakat perkotaan, yang jelas tergambar dalam perbedaan antara dunia para remaja dan bocah-bocah pengamen.

Uang demikian mudah diperoleh remaja kaya, sementara bocah kecil dan orangtuanya harus kerja keras demi mendapatkan uang.

Muncul pula topik yang dinilai politis oleh sebagian besar penonton. Saat adegan penertiban kampung kumuh kolong jembatan oleh aparat dan pemindahan mereka ke rumah susun.

Ini senyatanya memang program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memunculkan pro dan kontra. Apalagi film tersebut dirilis saat hari pencoblosan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta putaran kedua.

Penonton pun dengan cepat mengasosiasikan adegan tersebut dengan isu-isu politik yang sedang memanas belakangan ini.

Namun, hal itu ditepis Ardy. Menurut dia, film tidak ada hubungannya sama sekali dengan pilkada. Terlebih skenario sudah ditulis lama sebelumnya.

"Mungkin hanya kebetulan saja waktunya pas dengan penyelenggaraan pilkada," ujarnya.

Mengusung sejumlah komika, film produksi MD Pictures ini memang banyak mengundang tawa penonton.

Ernest, Ardhit, dan Pandji adalah sosok yang dekat dengan stand-up comedy. Penampilan Arie Kriting yang memerankan Pak Toro, Gita Bhebhita yang memerankan Mak Rame, penghuni kolong jembatan dengan aksen Batak yang kental, juga menghibur penonton.

Tatjana Saphira menjadi salah satu bintang film ini karena perannya sebagai Bubu yang jauh berbeda dengan peran-peran yang selama ini dilakoninya. Bubu digambarkan lugu, polos, dan sering telat mikir atau telmi.

Produser film, Manoj Punjabi, mengatakan, dia ingin mencoba kemasan yang berbeda melalui Stip & Pensil.

"Saya ingin membuat terobosan baru dengan film komedi agar stereotip MD tidak drama saja," katanya.

MD Pictures baru saja meraup sukses dengan film Danur yang mendapat lebih dari dua juta penonton.

Jika biasanya hadir dalam nuansa lebih serius, wajah pendidikan dalam Stip & Pensil ini bisa jadi hiburan ringan. (FRANSISCA ROMANA NINIK)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 April 2017, di halaman 26 dengan judul "Gado-gado Komedi Pendidikan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com