Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panggung Lima Dewa

Kompas.com - 23/04/2017, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Para dewa gitar dunia yang tergabung dalam Generation Axe, Jumat (21/4/2017) malam, mengguncang Jakarta dalam konser bertajuk A Night of Guitars.

Selama tiga jam penuh, para pencinta permainan gitar cepat dan penuh teknik (shredder) berpesta bersama raungan dan lengkingan gitar dari tangan-tangan ajaib para dewa.

Generation Axe adalah Steve Vai, Yngwie Malmsteen, Zakk Wylde, Nuno Bettencourt, dan Tosin Abasi.

Kelimanya dikenal sebagai dewa-dewa gitar dengan teknik permainan khas yang dipuja banyak penggemar di seluruh dunia.

Malam gitar yang dijejali mayoritas penonton laki-laki itu dibuka dengan penampilan Tosin.

Gitaris berdarah Nigeria-Amerika ini merupakan motor band metal progresif Animals as Leaders yang dikenal berkat permainan gitar delapan senarnya dengan teknik picking dan tapping yang tak lazim.

Di atas panggung, Abasi tampil kalem, tak banyak bicara. Dia tampaknya lebih memilih berkomunikasi dengan permainan gitarnya yang membuat penonton terkesima dengan jari-jarinya yang bergerak cepat.

Baru setelah dua lagu, Tosin menyapa para penonton. "Hello... my name is Tosin Abasi. This is my first time in Indonesia," sapanya sesuai menyelesaikan "Tempting Time" dan "Air Chrysalis".

Setelah basa-basi tentang pengalamannya menjajal makanan lokal di Jakarta, Tosin pun kembali menyuguhkan teknik permainan gitar yang garang namun relatif rapi dengan beat yang asyik dinikmati di bawah siraman lampu panggung warna-warni.

Aksinya itu berhasil memanaskan suasana, yang makin menggelora ketika dia memanggil Nuno ke atas panggung.

Bersama Nuno, Tosin menggempur panggung dalam "Physical Education" yang mengentak. Penonton bersorak penuh antusias, sigap mengangkat telepon genggam merekam aksi keduanya.

Nuno pun lantas mengambil alih panggung. Gitaris yang beken bersama band Extreme ini rupanya ramah dan senang bercanda.

Di atas panggung, dia terus menyapa penonton dengan kalimat-kalimat lucu.
"Apakah kalian masih baik-baik saja? Kalau tidak, mungkin bisa kuambilkan sesuatu? Desserts mungkin?" sapanya yang segera membuat penonton tertawa.

Aksinya itu cukup mencairkan suasana. Membuat perhatian penonton tertuju kepadanya, mengikuti setiap kata dan gerakannya dengan cermat. Dia lantas menggempur panggung dengan "Get the Funk Out".

Nuno terus berkomunikasi dengan penonton. Dengan rendah hati dia mengatakan bahwa bisa berada di panggung bersama dewa gitar seperti Steve Vai dan Yngwie Malmsteen ibarat mimpi.

"Dulu sebelum tahun 1900-an, aku hanyalah anak kecil yang belajar gitar dari Steve dan Yngwie. Mereka adalah pahlawan gitar yang menginspirasi aku. Aku pun lantas bertanya kepada diriku, apa yang bisa kutawarkan ke dunia bersama para pahlawan gitar ini? Inilah yang kami tawarkan (konser), agar bisa memberi inspirasi. Tetaplah bermain (gitar) untuk dunia, bermain untuk hasrat terbesar hidupmu, bermain untuk musik dan kamu tak akan pernah percaya dengan hasilnya," katanya sebelum membuai penonton dengan "More Than Word" dan "Midnight Express".

Seolah tak terganggu dengan tata suara yang sedikit bermasalah, Nuno pun terus menggempur panggung dengan medley yang dia sebut Best of Nuno.

Suasana terus memuncak dengan kehadiran Zakk Wylde.

Zakk kondang berkat permainan gitarnya yang luar biasa cepat. Menghasilkan lengkingan dan raungan gitar yang berhamburan di atas panggung, nyaris memekakkan telinga.

Setelah berduet bersama Nuno dalam "Sideways", Wylde pun menggempur panggung dengan "NIB", "Little Wing", hingga "Whipping Post".

Gitaris peraih Grammy ini memainkan gitarnya dengan berbagai gaya, termasuk menggendongnya dan memainkannya dari atas punggung tanpa melihat deretan senar lagi.

Zakk bahkan turun dari panggung, memainkan gitarnya di antara penonton.

Aksi Yngwie membuat malam makin panjang. Dewa gitar yang dikenal sebagai gitaris neoklasik dengan kecepatan memainkan gitar yang luar biasa ini rupanya punya banyak penggemar fanatik di Indonesia.

Banyak penonton yang menyerukan namanya ketika Yngwie tampil di panggung. Tak heran, Yngwie pernah main di Solo beberapa tahun lalu.

Meski tak banyak berkomunikasi dengan penonton, hanya dengan gerakan tangan yang seolah mengomando penonton untuk mengikuti cabikan gitarnya, Yngwie terus menggempur panggung tanpa ampun.

Gitaris yang karya-karyanya banyak mengadopsi unsur klasik ini memainkan "Spellbound", "Overture", "Far Beyond", hingga "Echo".

Malam gitar makin sempurna saat kelima dewa gitar tampil bersama di atas panggung. Membawakan "Frankenstein" dan "Highway Star", kelimanya memadukan kekuatan dalam teknik permainan tinggi.

Panggung yang diterangi lampu warna-warni ibarat tempat bermain bagi kelimanya, memuncaki aksi selama tiga jam penuh.

Inspirasi
Tak ada penonton yang tak puas dengan aksi kelima dewa gitar yang kehadirannya ke Jakarta tersebut merupakan rangkaian tur konser Generation Axe Asia 2017.

Di Jakarta, Generation Axe dipromotori oleh Original Production.

Bagi penggemar musik dan pemuja permainan gitar dengan teknik dan permainan speed tinggi, konser Generation Axe sangatlah ditunggu.

Meskipun aksi mereka tak sulit ditemui di kanal Youtube, menyaksikan aksi dan teknik mereka secara langsung tetap memberi pengalaman dan rasa berbeda.

Terutama di antara kelimanya, seperti Zakk dan Tosin, belum pernah sekali pun tampil di Indonesia.

Konser Generation Axe pun menjadi semacam perayaan bagi gitaris Indonesia untuk melihat langsung aksi idola mereka.

Tak heran jika kemarin Ecovention pun dipadati gitaris-gitaris ternama Indonesia.

Seperti Andra, gitaris Dewa 19 dan Andra and The BackBone, Coki Bollemeyer gitaris NTRL yang kini membentuk Sunyotok, Bengbeng Pas Band, Dewa Budjana, dan masih banyak lagi.

Begitu pula dengan para gitaris belia yang sengaja datang untuk menyaksikan para dewa gitar beraksi.

Pradipta (21), gitaris band metalcore asal Jakarta, Distruggere, dan Rocket88 mengungkapkan, konser semacam itu sangat bermanfaat menambah wawasannya sebagai gitaris.

"Bisa dengar sound-sound legend kayak apa," katanya.

Menurut dia, secara keseluruhan, semua gitaris tampil maksimal. "Cuma yang inspiring Nuno," ujarnya.

Penampilan Nuno, ujar Pradipta, sempurna dari segi permainan gitar, aksi panggung ataupun pesan yang disampaikan.

"Aku padahal ya, enggak suka sama Bettencourt banget, sukanya Zakk Wylde. Tapi dia (Nuno) yang paling inspiring," kata Pradipta.

Vicky (7), gadis cilik yang tengah tekun belajar main gitar, jauh-jauh dari Salatiga diantar kedua orangtuanya demi menyaksikan aksi para gitaris idolanya, pun begitu terinspirasi.

Sosok Vicky yang mungil, duduk di kursi VVIP bahkan menarik perhatian Nuno hingga Nuno pun memberi pesan yang menyemangati gitaris-gitaris muda.

Saat konser berakhir, Nuno bahkan menghampiri Vicky, menyalaminya dan mengelus kepala Vicky.

"Aku dan istri sampai menjelaskan Nuno ngomong apa. Lantas dia berjanji, iya deh aku akan semangat latihan gitar," ungkap Indra, sang ayah, dengan nada terharu.

Mungkin, seperti Nuno yang dulu hanya bermimpi bermain bersama Steve dan Yngwie, begitu pula Pradipta dan Vicky kelak. (DWI AS SETIANINGSIH)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 April 2017, di halaman 27 dengan judul "Panggung Lima Dewa".

Baca juga: Steve Vai Ulang Keberhasilan 17 Tahun Silam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com