Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas TV dan TV One, Metamorfosis Televisi

Kompas.com - 28/05/2017, 21:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Remote televisi bisa jadi sumber cekcok di rumah. Bagaimana tidak, biasanya si bapak ingin menonton berita, sementara si ibu penasaran dengan kelanjutan serial di stasiun televisi lainnya.

Mungkin begitulah gambaran riil perdebatan antara televisi yang dominan menayangkan berita dan program hiburan.

Jika Anda menyetel acara televisi di TV One antara pukul 21.30 dan 23.30, rentetan serial Turki akan tertayang. Pada waktu yang sama, berbagai berita tersaji di Kompas TV.

Jumat (26/5/2017), misalnya, ditayangkan serial Winter Sun episode 35 tentang anak lelaki bernama Efe yang menjadi saksi saat ayah kandungnya dibunuh rekan kerja ayahnya.

Di Kompas TV, acara Rosi bertema "Melawan Terorisme" tentang bom di Kampung Melayu, Jakarta, beberapa hari lalu ditayangkan secara langsung.

Baca juga: Duka Para Pesohor untuk Korban Ledakan Bom Kampung Melayu

Dua tahun lalu, acara Rosi belum hadir di layar televisi. Sementara serial Turki di TV One bahkan baru mulai tersaji tahun ini.

Apakah pada waktu bersamaan masyarakat ingin tahu banyak peristiwa atau justru butuh hiburan di tengah banjir informasi?

Kompas TV pada 28 Januari 2016 untuk kali pertama meneguhkan posisinya sebagai televisi berita setelah lima tahun berkiprah di dunia penyiaran.

Program yang ditawarkan antara lain Kompas Pagi, Kompas Petang, Kompas Malam, Berkas Kompas, Aiman, dan Satu Meja. Biasanya perempuan pembawa berita tampil modis dan cantik.

Sebenarnya wajah Kompas TV sudah mulai berubah pada 2015. Setahun sebelumnya, wacana televisi berita sudah mencuat.

"Kami ingin menyajikan berita dan informasi yang membangun harapan," ucap Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi kepada Kompas, beberapa waktu lalu.

Apalagi, kata Rosi, Kompas TV telah memiliki modal sejarah panjang jurnalisme yang dibangun harian Kompas. Rosi menyebutnya kakak Kompas TV.

Program berita yang ditayangkan tidak hanya cepat, tetapi juga berkedalaman dan dapat dipercaya. Program Aiman, misalnya, menyuguhkan informasi di balik peristiwa dengan mendatangi tempat kejadian.

"Saat ini cerminan masyarakat kita adalah punya kebiasaan ingin mendengar atau membaca berita yang diinginkan. Padahal, yang terpenting adalah berita terverifikasi," ujar Rosi.

Televisi berita juga diharapkan mampu mengawasi kebijakan pemerintah.

Untuk itu, pihaknya mencoba membangun kredibilitas dengan verifikasi sehingga berita itu mendidik dan mencerahkan.

"Sebagaimana televisi berita, di sini tidak ada gosip dan sinetron. Pagi sampai malam yang ditayangkan adalah berita," ujarnya.

Namun, Rosi mengakui, penonton berita kerap lebih kecil dibandingkan penonton program hiburan.

Akan tetapi, penonton berita sudah loyal, apalagi di tengah banjir informasi. Mereka dinilai telah menentukan stasiun televisi mana yang bisa dipercaya.

"Sementara kalau program hiburan, penonton pasti memilih jenis tayangan apa yang lagi hits," ungkap Rosi.

Untuk itu, Rosi menargetkan tidak akan beralih dari wajah televisi berita.

Serial Turki
Berbeda dengan Kompas TV, TV One yang berusia sembilan tahun kini menyuguhkan program baru, serial Turki.

Program tersebut antara lain Winter Sun, Tom Apart, Endless Love, dan Orphan Flowers. Serial terbaru Queen of the Night juga hadir akhir bulan ini. Program tersebut tayang pada pagi dan malam hari.

"Kehadiran serial Turki ini tidak menghilangkan program-program sebelumnya. Program tersebut hanya bergeser jam tayang," ujar Raldy Doy, Public Relations Manager TV One, menjawab pertanyaan tertulis Kompas melalui surat elektronik.

Menurut dia, TV One masih menjadi televisi berita, olahraga, dan hiburan.

"Berdasarkan konsumsi (program) televisi Nielsen-yang mengukur rating atau jumlah penonton-masyarakat Indonesia masih haus akan program hiburan. Dengan pertimbangan ini, kami menambahkan program hiburan berkualitas sehingga penonton berita juga dapat menikmatinya," ujar Raldy.

Program hiburan memang masih menjadi favorit penonton. Berdasarkan survei tatap muka yang dilakukan Litbang Kompas, akhir 2015, dua dari lima responden memilih stasiun televisi yang menyuguhkan hiburan, seperti infotainment dan sinetron.

Baca juga: Menanti Angin Segar Hiburan Televisi

Sementara televisi berita hanya dipilih satu dari lima responden.

Namun, kondisi ini tak selamanya. Hasil tracking poll oleh Kompas pada November 2009 di 33 kota besar di Indonesia, berita mengalahkan sinetron dengan masing-masing 46 persen dan 20,4 persen responden.

Pendorongnya antara lain peristiwa teror bom hotel JW Marriott dan gempa bumi di Padang. Program Kabar Petang TV One saat itu tertinggi, mencapai 7,9 persen (Kompas, 24/1/2010).

Wakil ketua KPI periode pertama, S Sinansari Ecip, menilai, perubahan wajah televisi wajar saja dan bisa dilakukan dengan berbagai alasan. Program berita dibutuhkan masyarakat, begitu juga hiburan.

"Namun, stasiun televisi jangan lupa fungsi utamanya, yakni mendidik. Berita ataupun hiburan yang disajikan harus mendidik. Beritanya jangan miring untuk kepentingan tertentu," ujar Ecip.

Apalagi, hasil survei KPI September-Oktober 2015 menunjukkan, indeks kualitas program infotainment, sinetron, dan variety show di bawah angka 3, masih di bawah standar ketentuan KPI, yakni 4,0.

Baca juga: Ine Febriyanti Tak Mau Anaknya Kecanduan Tayangan Televisi

Pada saat yang sama, televisi masih menjadi primadona di tengah ledakan media sosial dan daring (Kompas, 28/6/2016).

Menjamurnya beberapa program Turki di layar televisi, menurut dia, merupakan siklus fenomena di dunia penyiaran.

Pada 1990, misalnya, program telenovela digandrungi sebagian masyarakat, lalu kini berubah jadi serial India dan Turki.

"Selera pasar itu angin-anginan. Penonton bisa jenuh," ucapnya.

Survei yang dilakukan AGB Nielsen Media tahun 2013 menunjukkan bahwa pertelevisian kita surplus acara berita dan informasi.

Dari kebutuhan hanya 12 persen, tersedia hingga 16,4 persen acara berjenis informasi. Untuk acara berita, dari kebutuhan 9,1 persen, malah tersedia 20 persen. Sebaliknya, sisi hiburan masih minus 7,3 persen.

Dengan kondisi itu, bisa jadi pilihan TV One tepat dengan mengisi acara hiburan. (ABDULLAH FIKRI ASHRI/MOHAMMAD HILMI FAIQ)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Mei 2017, di halaman 28 dengan judul "Metamorfosis Televisi".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com