JAKARTA, KOMPAS.com — "Anak Betawi // Ketinggalan zaman // Katenye...". Demikian sepenggal lirik lagu "Si Doel Anak Betawi" yang sudah tak asing di telinga kebanyakan generasi 1990-an.
Ya, Doel si Anak Betawi yang setiap pekan menemani keseharian penonton televisi pada zaman itu muncul lagi setelah tujuh tahun berlalu. Doel (yang masih diperankan Rano Karno) datang untuk memberi jawaban tentang nasib kisah cintanya yang menggantung sekian tahun.
Tentang Sarah (Cornelia Agatha) yang tak pernah kembali selama 14 tahun, meninggalkan Doel begitu saja. Juga tentang alasan Doel yang tak berusaha mengejar Sarah ke Belanda dan justru menikah dengan Zaenab (Maudy Koesnaedi).
Cerita percintaan Doel dulunya terhenti di FTV berjudul Si Doel Anak Pinggiran (2011). Di situ, Doel menikah dengan Zaenab yang sudah menjadi janda setelah mengalami keguguran.
Sebelumnya, pada 2005, Si Doel Anak Gedongan mengisahkan keretakan rumah tangga Doel yang ditinggal Sarah ke Belanda karena sebuah masalah.
Semua bermula dari Hans (Adam Jagwani) yang tiba-tiba mengundang Doel dan pamannya, Mandra, ke Amsterdam, Belanda. Ia meminta agar Doel membawakan beberapa barang untuk festival budaya Betawi bernama Tong Tong Fair di sana.
Lalu, berangkatlah Doel ke Negeri Kincir Angin dengan perasaan gundah gulana. Bagaimana tidak, ia akan mendatangi negara di mana Sarah, istri yang belasan tahun meninggalkannya dalam kondisi hamil, menetap.
Bukan hanya Sarah yang ia pikiran, tetapi juga bayi dalam kandungan sang istri yang tak pernah sempat Doel lihat.
Sementara ratusan kilometer dari Amsterdam, di rumah Doel yang bergaya Betawi di Cinere, ada Zaenab yang menanti kabar Doel dengan perasaan gelisah. Akankah suaminya itu bertemu cinta lamanya di Belanda?
Namun, jangan berharap mendapatkan sajian gambar-gambar pemandangan kota Amsterdam yang indah nan klasik dalam Si Doel the Movie. Rano yang duduk sebagai sutradara agaknya memilih setia pada kesederhanaan sinetron Si Doel Anak Sekolahan.
Sinematografinya tak neko-neko karena memang bukan itu ciri khas si Doel. Kekuatan utama film ini adalah dialog-dialognya yang alami dan organik. Membuat orang-orang yang menontonnya merasa seperti sedang menyaksikan tetangga mereka mengobrol.
Aminah Cendrakasih yang berperan sebagai Nyak, Suti Karno sebagai Atun, Mandra, Maudy, dan Rano tetap lihai menyuguhkan dialog percakapan sehari-hari yang jauh dari kesan kaku.
Mungkin hanya Cornelia yang di beberapa adegan terdengar kurang greget mengucap dialog. Namun, ia segera bisa mengatasinya pada adegan-adegan selanjutnya.
Sekali lagi, sederhana bisa menjadi kata yang cocok untuk menggambarkan Si Doel the Movie. Bukan dari segi sinematografi saja, tetapi semua aspek dalam film ini. Karakter, alur cerita, konflik, dialog, akting, dan lainnya.
Rano tak membutuhkan konflik percintaan yang berlebihan nan dramatis atau akting dan dialog yang picisan. Kisahnya memang rumit, namun balutan dengan sederhana. Membuat penonton tak menyaksikan sebuah film, melainkan seperti melihat kehidupan sehari-hari.
Sebut saja tokoh Babe Sabeni yang diperankan Benyamin Suaeb, Engkong Ali yang dimainkan Pak Tile, Karyo dan Munaroh yang masing-masing diperankan Basuki dan Maryati. Semua tokoh itu tak lagi ada.
Benyamin, seperti yang diketahui, meninggal dunia pada 5 September 1995 dalam usia 56 tahun karema serangan jantung. Saat itu ia masih aktif bermain dalam sinetron Si Doel yang sedang di puncak popularitas.
Tiga tahun setelah kepergian sang legenda Betawi itu, Pak Tile mengembuskan napas terakhir. Pada 12 Desember 2007, Basuki meninggal dunia saat bermain futsal dengan teman-temannya.
Sedangkan absennya Maryati dalam Si Doel the Movie karena peran yang ia mainkan, Munaroh, tak ada dalam naskah.
Menurut Maryati, ketidakhadirannya dalam film Si Doel The Movie karena fim tersebut fokus menceritakan kisah cinta Doel, Sarah, dan Zaenab.
"Memang di film Si Doel The Movie ini memang tidak ada scene buat saya. Di film ini memang lebih menceritakan kisah cinta Bang Doel dengan Sarah," ujarnya dalam email yang dikirim rumah produksi Falcon Pitures, Rabu (4/7/2018).
"Insha Allah, kalau film Si Doel ini sukses, mudah-mudahan ada lanjutannya. Dan semoga Bang Doel berkenan saya akan main di film lanjutannya," tambah Maryati.
Beberapa studio nyaris terisi penuh, hanya tertinggal satu atau dua baris di depan layar. Dari remaja hingga orang tua berbaur di kursi penonton.
Mengapa mereka berbondong-bondong ke bioskop untuk menyaksikan Si Doel, padahal sudah bertahun-tahun berlalu? Nostalgia, tampaknya kata yang tepat untuk menggambarkan alasannya.
Si Doel pernah mewarnai masa remaja hingga masa tua mereka. Dari 1994 sampai 2006, pemuda Betawi dan problematika hidupnya itu menghiasi layar televisi. Dilanjutkan dengan sebuah FTV lima tahun setelahnya.
Rasa rindu untuk merasakan kembali sensasi saat menonton sinetron si Doel dulu, kemungkinan menjadi faktor utama yang menggerakkan orang-orang menyaksikan Si Doel the Movie.
Bahkan, menurut Mandra, saat berbincang di redaksi Kompas.com beberapa waktu lalu, banyak yang sudah tak sabar menonton kelanjutan cerita Si Doel jauh sebelum Si Doel the Movie tayang. Bahkan, tak sedikit yang meminta agar beberapa adegan sinetron diulang lagi dalam filmnya.
"Orang emang ngarepin banget karena permintaan masyarakat ada kelanjutan Si Doel. Dulu Si Doel kapan dibikin. Sekarang ditunggu kapan tayangnya," ujar Mandra.
"Ada malah ada yang ngomong 'kalau Si Soel the Movie enggak ada adegan Atun kejepit tanjidor enggak mau nonton ah'. Gitu. Tapi masa setua ini main tanjidor he he he," timpalnya.
"Banyak permintaan macam-macam. Ada yang disuruh narik oplet lagilah, apalah. Sekarang kami bilang rutenya udah enggak ada. Masa gue narik oplet di Belanda," kata Mandra menambahkan dengan gaya bicara khasnya yang mengundang gelak tawa.
Memang, penonton masih akan melihat karakter Doel yang minim bicara dan tak tegas dalam film ini. Sarah juga tetap menjadi perempuan modern, berpendidikan tinggi, baik hati, dan dominan.
Zaenab pun tak berubah, perempuan yang polos, lembut, melankolis tanpa obsesi yang tinggi. Begitu pula dengan Mandra dan Atun, bahkan hampir terlihat tak ada bedanya dengan sinetron Si Doel.
Rasa nostalgia semakin terasa karena kemampuan masing-masing pemeran menjaga karakter mereka tetap sama seperti dulu, meski sudah belasan tahun berlalu.
Formula cinta segitiga Doel-Sarah-Zaenab masih menjadi suguhan utama dalam film ini, diselingi tingkah kocak Mandra dan Atun. Lalu, sudah tuntaskah kegalauan Doel? Tidak. Penonton masih akan diajak bernostalgia dalam dua film selanjutnya.