Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Para Pembuat Pembalut Wanita di India Raih Piala Oscar

Kompas.com - 28/02/2019, 17:31 WIB
Ati Kamil

Editor

Sebagai seorang sarjana yang bermimpi untuk bekerja sebagai polisi di New Delhi suatu saat nanti, Sneh menuturkan bahwa dia sangat tertarik akan tawaran itu.

Lagi pula, "Tidak ada lapangan pekerjaan lain," di desanya, katanya.

"Ketika saya minta izin Ibu, dia berkata, 'Tanya ayahmu.' Di keluarga kami, semua keputusan penting harus diputuskan oleh seorang pria," lanjutnya.

Dia sangat malu ketika harus memberitahu ayahnya bahwa dia akan bekerja membuat pembalut, jadi dia mengatakan kepada ayahnya bahwa dia akan membuat popok bayi.

"Baru dua bulan kemudian, Ibu memberitahu ayah saya bahwa saya membuat pembalut," ujarnya sambil tertawa.

Dan, ayahnya berujar, "Tak apa, pekerjaan adalah pekerjaan."

Baca juga: Bohemian Rhapsody Berjaya, Ini Daftar Lengkap Pemenang Oscar 2019

Kini, sebanyak tujuh perempuan, berusia 18 hingga 31 tahun, bekerja di unit ini.

Mereka bekerja dari pukul 09.00 hingga pukul 17.00 selama enam hari dalam seminggu dan mendapat gajii sebesar 2.500 rupee atau hampir Rp 500.000 tiap bulannya.

Pabrik ini menghasilkan 600 pembalut tiap hari dan produk itu dijual dengan merk Fly.

"Masalah terbesar yang kami hadapi adalah pemadaman listrik. Terkadang kami harus kembali pada malam hari untuk bekerja ketika listrik menyala untuk memenuhi target produksi," cerita Sneh.

Bisnis kecil ini, yang dijalankan dari rumah dengan dua kamar di desa, telah membantu meningkatkan kebersihan perempuan.

Sebelum pabrik ini didirikan, sebagian besar perempuan di desa tersebut menggunakan potongan kain yang dipotong dari sari tua atau seprai ketika mereka mengalami menstruasi.

Sekarang, 70% dari mereka menggunakan pembalut.

Produk ini juga menghilangkan stigma tentang menstruasi dan mengubah sikap masyarakat konservatif dengan cara yang tidak terbayangkan beberapa tahun yang lalu.

Baca juga: Cleo, Si Perempuan Perkasa Roma

Sneh mengatakan bahwa menstruasi sekarang dibahas secara terbuka di kalangan perempuan. Tapi, katanya, ini bukan perjalanan yang mudah.

"Awalnya sulit. Saya harus membantu ibu saya mengerjakan pekerjaan rumah, saya harus belajar dan melakukan pekerjaan ini. Kadang-kadang, selama ujian saya, ketika tekanannya terlalu banyak, ibu saya menggantikan saya bekerja," ceritanya pula.

Ayah Sneh, Rajendra Singh Tanwar, mengatakan, "Sangat bangga," terhadap putrinya.

"Jika pekerjaannya bermanfaat bagi masyarakat, terutama perempuan, maka saya merasa senang karenanya," tutur Tanwar.

Pada awalnya, para perempuan menghadapi keberatan dari beberapa penduduk desa yang curiga dengan apa yang terjadi di pabrik ini.

Ketika kru film tiba di desa itu, mereka terus menanyakan apa yang sedang dilakukan oleh kru.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau