Sebuah konsep sosiologis, tentang kepercayaan dan kesepakatan antar anggota masyarakat yang membagi nilai-nilai bersama dalam segugus abstraki ingatan dan tempat yang dihuni oleh kemajemukan.
Orang-orang kosmopolit akan menerima keberbedaan nilai-nilai yang beragam dan membangunnya dalam visi cita-cita bersama demi kemajuan.
Dengan demikian, seniman-seniman dan pekerja kreatif ditantang menampilkan karya-karya terbaiknya yang sejalan dengan masyarakat maju yang menjunjung nilai-nilai kosmopolit.
Zona kedua, adalah Ekspresi Seni Islam. Keyakinan dan budaya tentang Islam telah ratusan tahun mendarang-daging di masyarakat Kalimantan. Konsep tentang gotong-royong atau Kayuh Baimbai yang terintegrasi dalam budaya Islam adalah keniscayaan.
Budaya-budaya yang terpuncak dalam seni Islam telah memberi hibriditas corak seni Islam di Kalimantan.
Jika menimbang Kesultanan Kutai Taruma Negara di Kalimantan Timur (Sultan Muhammad Sulaiman pada abad ke-19) telah terkoneksi erat dengan Kesultanan Brunei dan Kesultanan Malaka (Malaysia).
Puncak-puncak seni Islam ini, memberi jejak pada ekspresi seniman-seniman se-Kalimantan hari ini, yang memberi penanda terpisah dari masyarakat Dayak pedalaman dengan keyakinan Animisme-Dinamisme-nya.
Ekspresi seni Islam dalam zaman kontemporer layak dihadirkan kembali, sebagai penyeimbang selain populasi masyarakat Muslim terbanyak (etnis Banjar, Bugis dan Melayu di Kalimantan) juga sebuah bukti empiris, corak budaya Islam yang sangat berbeda dengan teritori lain.
Seni Islam di Kalimantan sangat terpengaruh budaya-budaya lokal ratusan tahun yang saling berkelindan dan majemuk.
Festival akan mengundang perupa-perupa perupa-perupa termutakhir dari negara-negara Brunei dan Malaysia yang berelasi dalam sejarah masa lalu Kalimantan dan nilai-nilai Kosmopolitanisme Islam.
Teritori-teritori tiga wilayah tersebut, memberi pengayaan paras Islam hari ini di pentas Nasional dan Regional sebagai sebuah kekuatan tak hanya dimensi teologis namun potensi ekspresi dan progresifitas jejak-jejak kultural seni Islam kontemporer.
Zona ketiga, adalah Peradaban Tua Kalimantan. Tema Kayuh Baimbai mengingatkan, bahwa istilah gotong royong telah dikenal bahkan hampir lebih dari seribu tahun, yang bisa dilihat pada kerajaan besar peradaban kuno masyarakat di Kalimantan dengan Kerajaan Kutai Martadipura berlokasi di Muara Anam, hulu Sungai Mahakam di Kalimantan Timur yang telah eksis sekitar abad ke-4.
Kutai Kuno bercorak keyakinan Hindu ini, sampai abad ke-20 para pewarisnya dengan kerajaan yang telah memeluk Islam mengalami akulturasi setahap demi setahap.
Jejak-jejaknya dapat ditemukan pada ekspresi-ekspresi seni di Kutai Kertanegara, Tenggarong dan artefak-artefak di Museum Mulawarman.
Selain itu, keyakinan-keyakinan lokal lainnya, semacam ekspresi–ekspresi animisme dan dinamisme layak ditampilkan yang kemudian direspons para perupa dan pekerja kreatif dengan menimbang masyarakat Kalimantan beserta jumlah populasi lebih minoritas (ekspresi budaya dengan keyakinan etnik Dayak Kaharingan, Meratus, Iban dll).