Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan "Sad Boy" dan "Sad Girl" Menggemari Didi Kempot...

Kompas.com - 15/07/2019, 19:11 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com – “Ini ada ‘bara api’ kenapa kita enggak jaga? Kan pesan dan kesannya Didi Kempot ‘Wong Jowo ojo lali Jawane’ dan ‘ora popo koe seneng budaya luar tapi ojo benci budaya dewe’”.

Pernyataan itu disampaikan Jarkiyo, dari Rumah Blogger Indonesia (RBI), yang menggagas wadah bagi penggemar penyanyi Didi Kempot.

Nama Didi Kempot kian berkibar, dengan jumlah "sad boy" dan "sad girl" yang semakin bertambah. Dua sebutan ini adalah istilah bagi penggemar penyanyi berambut gondrong itu.

Sementara, Didi Kempot mereka panggil dengan “Lord Didi”.

Saat ditemui di Solo, Jawa Tengah, Minggu (14/7/2017) malam, Jarkiyo mengatakan, mengidolakan Didi Kempot menunjukkan bahwa bintang juga bisa ada di daerah. Tak hanya kota besar seperti Ibu Kota.

“Kita terlalu Jakarta Centris. Saya mengibaratkan begini, kerlap-kerlip itu apa ya (menunjuk lampu di atas), padahal kita di sini ada HP (menunjuk tangannya). Kita cari di sini kan bisa dan lebih luas, enggak harus lihat ke lampu terus,” kata Jarkiyo.

Baca juga: Sad Boy dan Sad Girl Padati Ngobam Didi Kempot

Jarkiyo salah satu pencetus Sad Boys dan Sad GirlsKompas.com/Rosiana Haryanti Wartakusuma Jarkiyo salah satu pencetus Sad Boys dan Sad Girls

Menurut dia, para seniman berkualitas dan punya daya saing juga bisa ditemui di daerah. Didi Kempot adalah buktinya.

“Ini ada ‘bara api’ kenapa kita enggak jaga? Kan pesan dan kesannya Didi Kempot ‘wong Jowo ojo lali Jawane’ dan ‘ora popo koe seneng budaya luar tapi ojo benci budaya dewe’,” ujar Jarkiyo.

RBI dan pemuda-pemudi di Solo yang menggemari karya-karya Didi Kempot kemudian menyatakan dirinya sebagai Sad Boys dan Sad Girls Club.

Baca juga: Di Balik Julukan Godfather of Broken Heart untuk Didi Kempot

Pemilihan nama komunitas ini tak terlepas dari lirik-lirik lagu Didi Kempot yang bernuansa patah hati.

Jarkiyo dan teman-temannya kemudian menyebarluaskannya melalui media sosial.

“Ketika kita anak-anak daerah, apalagi kita juga sering aktif di media sosial, kenapa hal baik tidak dilakukan? Dan kami tidak meminta apa-apa, memang murni karena suka,” ujar dia.

Penggemar Didi Kempot berjoget saat sang idola menyanyikan hits-hits terbaiknyaKompas.com/Luthfia Ayu Azanella Penggemar Didi Kempot berjoget saat sang idola menyanyikan hits-hits terbaiknya
Bagi masyarakat di daerah Solo, Jawa Tengah, dan sekitarnya, lagu-lagu Didi Kempot merupakan "harta karun" yang diwariskan dari generasi sebelumnya melalui VCD yang kerap diputar di rumah-rumah atau acara hajatan.

Melalui cara inilah, generasi masa kini masih banyak yang mengenal dan menggandrungi karya Didi Kempot.

“Saya orang kampung, sudah dicekoki orangtua. Ketika kecil dengarnya lagu-lagu Didi Kempot, secara alamiah kita terstigma, suka enggak suka, harus mendengarkan, dan akhirnya di luar nalar, suka, seperti itu,” cerita Jarkiyo.

Keabadian karya Didi Kempot yang bisa melintas generasi, menjadikannya tetap eksis hingga kini. Lord Didi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau