Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI: Di Australia Ada Konten Melanggar, Pejabat Medsos Bisa Dipenjara

Kompas.com - 09/08/2019, 20:37 WIB
Sherly Puspita,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio mengatakan, di era seperti sekarang, pengawasan terhadap konten-konten yang disiarkan di media sosial dan beragam platform media baru lainnya sudah perlu dilakukan.

Menurutnya, hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari konten-konten yang tak berkualitas.

Oleh sebab itu, lanjutnya, KPI akan segera menyusun dasar hukum untuk melakukan pengawasan pada konten YouTube, Facebook, Netflix, atau sejenisnya. Agung mengatakan, pengawasan terhadap media-media baru ini telah dilakukan di berbagai negara.

"Contoh misalnya Australia. Australia itu membuat kebijakan yang saya kira cukup baik.
Jadi di Australia itu ada kebijakan tentang media sosial yang diciptakan pada awal tahun 2019. Dan itu cukup keras," ujar Agung saat dihubungi Kompas.com, Jumat (9/8/2019).

Baca juga: YouTube dan Netflix Akan Diawasi, KPI: Tunggu Tanggal Mainnya

"Jadi pejabat eksekutif medsos di Australia itu bisa dipenjara atau dikenakan denda," lanjutnya.

Menurutnya, sanksi tegas terhadap manajemen media sosial ini bermula dari kasus penembakan di Selandia Baru yang menewaskan puluhan orang. Saat itu pelaku penembakan menayangkan aksi kejinya melalui live Facebook.

Jika tak diawasi, konten-konten semacam ini menurutnya akan menimbulkan ketakutan di masyarakat luas. 

"Jadi kalau ada konten kekerasan yang tersiar di media sosial maka KPI di Australia, kalau mereka kan sudah gabung dengan internet, jadi satu di sana itu akan meminta agar konten tersebut dalam jangka waktu tertentu. Ya misalnya dalam waktu seminggu sudah harus turun, tidak boleh ada tayangan lagi. Sanksinya yang pertama itu dipenjara pejabat media sosial di Australia," paparnya.

Baca juga: Bakal Awasi Netflix dan YouTube, KPI Beri Jaminan untuk Kreator Konten

Tak hanya di Australia, menurutnya peraturan ini juga sudah diterapkan di Turki.

Agung mengatakan, saat ini pihaknya tengah merumuskan lebih detail tentang pelaksanaan kebijakan semacam ini di Indonesia. 

"Kami sedang komunikasikan hal ini dengan pihak-pihak yang berkaitan untuk menyusun konsep aturan serta sanksi dalam pengawasan media baru di Indonesia," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau