JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendadak membuat gempar masyarakat Indonesia beberapa waktu belakangan.
Bagaimana tidak, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio, menggulirkan wacana pengawasan terhadap konten-konten yang disiarkan di media baru seperti YouTube, Facebook, hingga Netflix.
Tak ayal, wacana ini menjadi trending topic dan memantik beragam komentar masyarakat hingga memunculkan kontroversi.
Berikut ini fakta seputar wacana KPI awasi media baru di Indonesia.
1. Berawal dari keluhan masyarakat
Dalam acara Sapa Indonesia Malam yang ditayangkan Kompas TV pada Sabtu (10/8/2019), Agung mengatakan, wacana ini timbul dari banyaknya laporan masyarakat mengenai beredarnya konten-konten berbahaya dalam media baru.
Menurut Agung, dari laporan yang ia terima menyebut banyak konten bermuatan kekerasan, seks, dan lain sebagainya beredar secara bebas.
Padahal perkembangan teknologi saat ini, mayoritas masyarakat Indonesia temasuk usia anak dapat dengan mudah mengakses konten-konten tersebut.
Karena itu, ia merasa perlu membentuk suatu regulasi agar pihaknya sah di mata hukum untuk turut mengawasi konten Netflix dan kawan-kawan.
Baca juga: KPI: Di Australia Ada Konten Melanggar, Pejabat Medsos Bisa Dipenjara
2. Payung hukum menurut KPI
Agung mengatakan saat ini pihaknya tengah menunggu disahkannya UU Penyiaran baru yang memungkinkan pihaknya melakukan pengawasan terhadap Netflix dan YouTube.
Kalaupun UU tersebut tak disahkan, lanjutnya, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang ada saat ini bisa menjadi acuan pengawasan mereka.
Menurut Agung, dalam pasal tersebut terdapat kata "media lain" yang dapat ditafsirkan lebih luas sebagai media online, termasuk YouTube, Netflik, Facebook, dan sejenisnya.
Agung mengatakan, tafsir media lain dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tersebut nantinya akan didetailkan dalam PKPI (Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia) yang mengatur tentang pengawasan atas media baru yang akan bersiaran.
3. Muncul Petisi