Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Leila S Chudori
Penulis & Wartawan

Penulis, Wartawan, Host Podcast "Coming Home with Leila Chudori"

Coming Home with Leila Chudori: Kesehatan Mental Seniman di Mata Nova Riyanti Yusuf

Kompas.com - 13/05/2020, 07:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

VIRGINIA WOOLF memungut batu-batu sungai, lalu mengantunginya ke dalam jasnya hingga dia merasa tubuhnya terasa berat. Perlahan dia melangkah ke tengah sungai, hingga akhirnya dia tak terlihat lagi...

Adegan ini adalah bagian yang pendek dari film "The Hour" (Stephen Daldry, 2002) yang masih melekat di benak saya.

Nama ini adalah salah satu sastrawan Inggris yang wajib saya pelajari harus membaca semasa kuliah.

Selain Woolf, tentu saja saya mengenal nama penyair dan novelis Amerika Sylvia Plath yang menyalakan oven gas untuk menghabiskan nyawanya, atau penyair Anne Sexton.

Di masa modern, kita juga mengenal nama aktor Robin William yang juga mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri karena depresi yang tertutup oleh kemampuan komedinya yang dahsyat.

"Jelajah Jiwa, Hapus Stigma: Autopsi Psikologis Bunuh Diri Dua Pelukis" adalah sebuah buku karya psikiater dan penulis Nova Riyanti Yusuf yang mencoba membuat kajian dengan tema tersebut.

Diterbitkan dan diluncurkan Penerbit Buku Kompas, Maret lalu, buku ini semula adalah tesis S2 Nova yang menyajikan berbagai teori suicide dengan menggunakan dua kasus bunuh diri yang dilakukan dua pelukis muda Indonesia pada tahun 2003 dan 2006.

Dalam podcast episode terbaru "Coming Home with Leila Chudori", Nova menyatakan seperti yang juga disampaikan dalam pengantar bukunya bahwa seniman adalah kelompok rentan untuk "membunuh diri".

Meski demikian, Nova mengakui tentu saja ada persentase tertentu di mana kelompok usia lain (seperti remaja dan lansia) dan profesi lain yang melakukan tindakan tersebut.

"Tetapi pada usia lansia selalu lebih mudah untuk intervensi sehingga terjadi pencegahan," katanya.

Dalam bukunya, Nova Riyanti sengaja menggunakan inisial nama-nama para pelukis dengan alasan "agar pembaca tidak meromantisir" tindakan bunuh diri.

Sebagai warga Indonesia, sebagai psikiater, salah satu tugas Nova-–dan juga seluruh kawan dan keluarga terdekat--adalah mencoba mendeteksi kecenderungan seseorang yang mempunyai keinginan untuk bunuh diri. "Jangan sibuk memberi stigma," katanya dengan tegas.

Persoalan kesehatan jiwa adalah tanggung jawab kita bersama dan penanganan di Indonesia cenderung segera menghakimi mereka yang memiliki persoalan mental, entah dengan tuduhan kurang bersyukur atau lemah iman.

Meski tema buku ini terasa berat, Nova tetap menggunakan bahasa populer dan ringan saat menjelaskan suatu situasi yang gelap, pedih, dan dalam sehingga "itulah sebabnya saya menyebutnya Jelajah Jiwa", karena menurut dia, persoalan keinginan bunuh diri tak sekadar disebabkan satu dua hal belaka.

Selain kedua kasus pelukis Indonesia yang dibahas dengan panjang, ada satu bagian khusus buku ini di mana Nova juga menceritakan perjalanannya napak tilas ke berbagai tempat di mana sastrawan Ernest Hemingway pernah menetap dan berkarya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau