Joshua menyitir pula agenda pemerintah kampanye pemulihan ekonomi kreatif dengan anjuran membeli produk lokal yang disebut sebagai BBI, Bangga Buatan Indonesia.
Harapan dari ekonom Enrico pun pernyataan Joshua bisa jadi kita memang mampu menggapai visi 2045 dan akselarasi pemulihan saat ini bisa terwujud.
Namun, tentu saja pemerintah selayaknya menimbang beberapa hal, bahwa aspek seni rupa selama ini memiliki kluster dan klasifikasi yang berbeda-beda.
Selayaknya, bantuan individu dilakukan konsisten (kecenderungan seniman berkarya secara personal/soliter tanpa manager), selain mereka yang bekerja secara kolektif, yakni bergabung di komunitas yang mapan dengan sistem manajerial jelas.
Terutama, untuk pendistribusian dukungan dan fasilitasi yang merata dengan pemilihan penerima bantuan sejumlah daerah baik di dalam dan diluar Jawa dan Bali secara geografis.
Realitas menunjukkan bahwa memang ada dukungan hibah (bantuan langsung tunai dan pendampingan manajerial dan fasilitas pada sejumlah komunitas ) juga sejumlah pelatihan, lokakarya serta seminar dihelat (sejak 2020).
Tapi data data empiris, dari lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku industri dan profesional mandiri dalam skala menengah dan kecil, terutama seniman, pekerja pendukung event organizer, kurator dan penulis lepas, jurnalis seni di media menengah dan kecil, akademisi dan periset independen, penulis buku dan jurnal seni, pembuat program di galeri dan studio, pengusaha produk material seni, sampai pekerja art displayer tak tersentuh.
Baca juga: Kemenparekraf Kucurkan Dana Hibah Rp 3,7 Triliun untuk Industri Kreatif dan Pariwisata
Hal yang lebih urgen adalah ketersediaan data dari pemerintah yang akurat jumlah produsen seni dan profesi pendukung ekosistem seni rupa di Indonesia. Hal lainnya adalah jalur distribusi dukungan tanpa perantara (one stop door: bantuan via akses internet dan seluruh persyaratan teknis yang terkurasi); serta fasilitasi untuk benar-benar mencapai sasaran yang tepat.
Sejumlah komunitas seni rupa besar dengan program-program besar pula pada 2020 sempat mendapat hibah; namun justru sebagian besar yang lain, yang skala kecil pun menengah tentu dengan persyaratan/ kriteria tertentu yang lemah, sama sekali belum tersentuh.
Perlu ditimbang pula bahwa iklim usaha seni rupa tentunya lebih sehat jika ada bantuan hutang cukup lunak bunganya dalam jangka panjang. Bagi pelaku usaha kecil seni rupa (seperti adanya dukungan pada studio seni seniman); menimbang jika hibah cenderung akan habis untuk konsumsi.
Tentunya, pinjaman jangka panjang ini memberi energi produksi lebih lama dan ada ikatan pertanggung jawaban atas hasil utang.
Kompensasi, misalnya pada pelaku kecil, masih minim bagi pelaku seni dan seniman sebagai misal, layak mendapatkan dukungan wifi gratis tak hanya keterampilan digital, juga prioritas penerapan beberapa kriteria pemilihan yang objektif dan terukur: konsistensi berkarya, prestasi seniman dalam berpameran dan waktu yang lebih lama menjalani profesi yang perlu ditimbang dengan hasil riset yang seksama.
Pemerintah memang sempat ada semacam koordinasi lintas sektoral, dengan kondisi pandemi masih berlangsung.
Sejak 2020 lalu, ada kolaborasi Kemdikbud dan Kemenparekraf juga bulan Mei 2021, terjadi koordinasi Kemenlu, Departemen Pajak, dan Kemenparekraf serta institusi independen perwakilan masyarakat dan publik industri kreatif yang membincangkan skema dan strategi tertentu untuk percepatan pemulihan ekonomi, namun realisasinya memang perlu segera diwujudkan.
Tom Tandio, Direktur Art Jakarta, salah satu Art Fair di Jakarta selaku narasumber webinar akhir Mei 2021 lalu yang menjadi pelaku industri besar seni rupa mengatakan bahwa dalam upaya penguatan ekosistem seni dan promosi produk Indonesia, pihaknya memberi ruang tak hanya dalam bentuk digital berupa pameran online dan transaksi karya seni.