JAKARTA, KOMPAS.com - Menyutradarai film biopik Sultan Agung memberi tantangan tersendiri bagi Hanung Bramantyo. Menurut pria 42 tahun itu, pekerjaan kali ini seperti membuat film junjungannya sendiri karena ia menganggap sosok Sultan Agung memberi inspirasi jalan hidupnya.
"Kalau enggak ada Sultan Agung gak bakal ada kita. Jadi Sultan Agung itu paling atas makamnya, (di kompleks pemakaman raja Mataram)," ucap Hanung Bramantyo saat ditemui dalam pemutaran perdana film “Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta” di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu malam (12/8/2018).
Sejak kecil, Hanung Bramantyo sudah ditanamkan bahwa sosok Sultan Agung berada di derajat yang paling tinggi.
Hal itu bisa dimaklumi lantaran Hanung berasal dari Yogyakarta, kota yang dekat dengan cerita-cerita sejarah keraton Jawa, terutama Kerajaan Mataram yang pernah dipimpin oleh Sultan Agung pada tahun 1613-1645.
Baca juga: Hanung Bramantyo Gambarkan Perjuangan dan Pengorbanan Sultan Agung
"Saya sudah ter-brainwash kalau Sultan Agung itu paling tinggi. Apalagi, saya bukan orang keraton, bukan darah biru, hanya abdi dalem," ungkap Hanung Bramantyo.
Tak hanya itu, perbedaan sosok Sultan Agung dari berbagai literatur sejarah membawa tantangan tersendiri bagi Hanung Bramantyo.
Perbedaan tersebut memaksa Hanung dan tim riset film bekerja lebih keras untuk menggali benang merah dari rangkaian cerita sejarah yang ada.
"Oleh literatur Belanda (Sultan Agung) sebagai raja kejam, tukang menggal kepala, ya , namanya literatur Belanda. Jadi kan gak mungkin seperti itu saya ceritakan ke anak-anak saya," jelas Hanung.
"Nah justru saya dapat itu dari kalangan-kalangan, teman-teman (penggiat sejarah) Islam. Dari (Kesultanan Utsmaniyah) Turki Usmani, kalau ada ikatan yanng kuat antara (Kerajaan) Mataram dengan Turki Usmani, tapi ini dalam verifikasi," tambah Hanung.
Film yang diproduseri oleh Mooryati Soedibyo ini rencananya akan ditayangkan serentak pada 23 Agustus 2018. Jadwal tersebut hanya berselang satu hari setelah Hari Raya Idul Adha.
“Ya memang momennya masih dalam suasana Idul Adha, karena kita ingin menunjukkan pengorbanan Sultan Agung untuk rakyatnya. Idul Adha itu kan hari raya untuk mendalami makna berkurban,” tutup Hanung Bramantyo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.