Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Wonderful Life": Karena Bahagia Tak Bisa Didikte

Kompas.com - 09/10/2016, 15:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Hidup dalam ekspektasi dan standar yang diyakini benar oleh sebagian besar orang sering kali membutakan mata.

Ketika menjadi berbeda atau tidak bisa mencapai standar itu, seseorang langsung dilabeli gagal.

Namun, jika kita mau membuka hati, ternyata yang "berbeda" itu justru merupakan anugerah yang membahagiakan.

Amalia Prabowo tumbuh dan percaya bahwa hal yang paling utama dalam hidupnya adalah menjadi pintar, berprestasi, dan "jadi orang".

Dia menghadapi benturan atas prinsip hidupnya itu justru melalui putra semata wayangnya, Aqil, yang berusia 8 tahun.

Sudah duduk di bangku sekolah dasar, Aqil belum bisa membaca dan menulis. Dia hanya senang menggambar.

Bocah itu divonis mengalami disleksia. Bagaimana mungkin Aqil bakal pintar dan berprestasi dengan kondisi demikian? Dunia Amalia bagai jungkir balik.

Tak bisa menerima kondisi itu, Amalia berupaya keras mencari penyembuhan bagi Aqil.

Dia mengajak Aqil ke berbagai tempat, menemui banyak orang, bahkan sampai ke dukun tidak jelas pun dia jalani.

Dalam perjalanan itu, keduanya mengalami banyak hal. Hingga pada satu titik ketika perjalanan penyembuhan Aqil itu justru menjadi penyembuhan bagi Amalia.

Di tengah ketakutan kehilangan anaknya, Amalia menyadari ada hal yang lebih penting dibandingkan "kesembuhan" anaknya.

Kisah Amalia dan Aqil ini adalah kisah nyata. Pengalaman keduanya dituangkan oleh Amalia dalam sebuah buku berjudul Wonderful Life, yang kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul sama.

Film Wonderful Life dibintangi aktris Atiqah Hasiholan sebagai Amalia dan Sinyo sebagai Aqil. Turut membintangi film ini Lidya Kandou sebagai ibu Amalia, Arthur Tobing (ayah Amalia), Alex Abbad (rekan kerja Amalia), Putri Ayudya (guru Aqil), dan Didik Nini Thowok (ahli herbal).

Film ini merupakan film keluarga yang mengangkat tema pengasuhan anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini disleksia. Disleksia merupakan kondisi genetik yang tidak dapat disembuhkan. Keluarga Amalia, terutama ayahnya atau kakek Aqil yang memiliki standar tinggi di bidang akademis untuk mengukur suatu keberhasilan, menyalahkan Amalia atas kondisi tersebut.

"Nilainya sudah 10? Sudah ranking 1? Nanti bisa dapat beasiswa?" tanya sang ayah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com